Pendapat Ahli Pidana di Kasus Infrastruktur Tambang Nikel Morowali, Nasib Gentha Didiskusikan Dengan Prinsipal

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Ahli hukum pidana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Sapta Aprilianto mengingatkan penyidik dan jaksa agar benar-benar penuh pertimbangan dan cermat jika menjeratkan pasal 378 KUHP terhadap tersangka/terdakwa. Terutama jika ada kerja sama dua pihak sebelumnya.

Hal itu dikemukakan Sapta saat memberikan pendapatnya dalam sidang kasus penipuan pengerjaan infrastruktur tambang Nikel di Desa Ganda-Ganda, Morowali Sulawesi Tengah dengan terdakwa Christian Halim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (30/3/2021).

“Penipuan dengan wanprestasi itu sebelas dua belas, beda-beda tipis,” tuturnya.

Ditanya penasehat hukum terdakwa, apakah penipuan atau wanprestasi ketika A meminta kepada B untuk mengerjakan sesuatu, dimana sesuatu tersebut sudah ditentukan namun pekerjaan yang dilakukan B belum selesai,?

Menjawab pertanyaan tersebut, ahli mengilustrasikan dengan jual beli sepeda.

Sepeda itu harganya 10 juta, tetapi oleh X ditawarkan 100 juta dan ada yang setuju membelinya. Namun setelah sepeda terbeli ternyata harga dasarnya cuma 10 juta. Kalau itu yang terjadi, maka itu bukan penipuan, tapi sebuah bisnis.

Ditanya penasehat hukum terdakwa, A menjanjikan kepada B bisa memproduksi suatu barang 100 ribu perbulan. Kenyataanya A melakukan ingkar janji dan produksi barang itu tidak tercapai 100 ribu perbulan. Apakah yang 100 ribu tidak tercapai tersebut bisa disebut sebagai penipuan,?

“Sepanjang di perkara tersebut tidak ada rangkaian kebohongan, tipu muslihat atau keadaan palsu, maka di perkara tersebut penipuannya tidak ada,” jawabnya.

Dikejar penasehat hukum terdakwa, siapa yang punya beban untuk membuktikan bahwa dalam perkara tersebut ada penipuannya,? Sebab ahli sebelumnya menjelaskan bahwa sebuah tindak pidana penipuan selesai, setelah barang tersebut diserahkan.

“Sepanjang di perkara tersebut secara tegas tidak ditemukan rangkaian kebohonganya, tipu muslihat atau keadaan palsu, maka di perkara tersebut penipuannya tidak ada,” jawabnya.

Dalam sidang ahli juga menjawab pertanyaan apakah A bisa dibilang melakukan penipuan ketika A mengaku sebagai pemilik IUP dan itu dia tuangkan dalam sebuah perjanjian tertulis. Namun beberapa bulan kemudian pada kenyataanya A diketahui ternyata bukan pemilik IUP, tapi karena pengakuan itu A mendapatkan keuntungan uang 1,5 miliar,?

“Jika A menggunakan ketidakbenaran sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan, maka A sudah melakukan penipuan,” jawabnya.

Berarti A menipu, ya? kejar Penasehat Hukum terdakwa.

“Ya. Karena A menggunakan ketidak benaran. Ya. Karena ada unsur keadaan palsu yang sudah dia gunakan untuk mendapatkan keuntungan,” jawab ahli.

Ditanya lagi, misalkan A dan B bekerjasama, kemudian kerjasama mereka berakhir. Tapi setelah kerjasama tersebut berakhir ternyata masih ada alat berat milik A yang ada dilokasi B kemudian tidak bisa dikeluarkan dari lokasi B tanpa ada alasan yang jelas. Apakah tindakan B bisa dibilang melakukan penggelapan,?

“Ya, tindakan penguasaan tanpa hak itu penggelapan,” jawab Ahli.

Usai sidang, pengacara Terdakwa Jaka Maulana menyatakan bahwa pendapat ahli dalam persidangan tadi normatif. Namun Jaka akan berdiskusi dengan prinsipal terkait keterangan ahli yang menyebut ketika A mengaku sebagai pemilik IUP namun beberapa bulan kemudian pada kenyataanya A diketahui ternyata bukan pemilik IUP.

“Tadi saya tidak mengarah ke Gentha, itu tadi sekedar kontek pertanyaan semata. Cuma kalau memang unsur pidananya (Gentha) memang masuk, kita akan diskusikan dengan prinsipal apakah kita akan menempuh upaya hukum atau tidak,” katanya selesai sidang. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait