ACEH, Beritalima- Melihat kondisi yang mengkhawatirkan selama ini di Aceh tentang kesehatan Masyarakat,Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Drs. Sulaiman Abda, M.Si bersama Komisi VI DPR Aceh mengundang Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Direktur-Direktur Rumah Sakit, Kepala Dinas Kabupaten dan Kota bertujuan untuk memperoleh kejelasan di masing-masing daerah. Rapat kerja di Ruang Badan Musyawarah ini berlangsung pada hari Jumat, 3 Februari 2017.
Dalam Rapat tersebut, cukup beralasan bagi Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. Hanif, untuk melaporkan bahwa kasus Demam Berdarah dan Difteri telah menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) di Aceh.
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemik di Aceh. Untuk Sumatera masih menjadi salah satu kasus penyumbang angka kematian yang selalu berulang-ulang terjadi.
Bahkan WHO (World Health Organization) mencatat Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki angka kematian yang signifikan dalam kasus demam berdarah.
Saat ini, muncul endemik (wabah) baru yang muncul di Aceh yaitu difteri. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae. Difteri menyerang selaput lendir pada hidung serta tenggorokan dan terkadang dapat memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat mudah menular dan termasuk infeksi serius yang dapat mengancam jiwa jika tidak segera ditangani. Difteri menimbulkan selaput yang menyumbat saluran pernapasan penderitanya, sehingga berakibat pada kematian.
Sesuai laporan dari Kepala Dinas Kesehatan Aceh, difteri ini muncul akibat rendahnya serapan imunisasi anti difteri tersebut sejak 2 tahun yang lalu. Hal ini akibat statement yang beredar di masyarakat bahwa imunisasi adalah benda haram dan diperparah lagi dengan temuan kasus pabrik imunisasi palsu sehingga kepercayaan masyarakat akan penting nya imunisasi telah jatuh pada titik terendah.
Masa inkubasi (saat bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul) penyakit ini umumnya dua hingga lima hari. Gejala-gejala yang mengindikasikan penyakit ini meliputi: Terbentuknya membran abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel.
Demam dan menggigil.Sakit tenggorokan dan suara serak. Sulit bernapas atau napas yang cepat. Pembengkakan kelenjar limfa pada leher. Lemas dan lelah. Hidung beringus. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang berdarah.
Penyebaran bakteri difteri dapat terjadi dengan mudah dan yang utama adalah melalui udara saat seorang penderita bersin atau batuk.
Jika seseorang diduga tertular difteri, dokter akan segera memulai penanganan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan dua jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin.
Ketua Komisi VI DPR Aceh, T. Iskandar Daod, SE, M.Si Ak menyebutkan dimana Dampak negatif dari penyakit endemik secara ekonomi adalah apabila pendapatan masyarakat yang diperoleh lebih kecil daripada pengeluaran guna menyembuhkan penyakit, maka proses keberlangsungan hidup sehari-hari masyarakat akan terbebankan oleh penyakit yang apabila terus berkembang akan menimbulkan wabah. Kemajuan daerah itu bukan hanya diukur dari pembangunan infrastruktur saja, Kesehatan dan Pendidikan adalah komponen penting dalam pembangunan jangka panjang,’’(Aa79)