SURABAYA – beritalima.com, Mantan karyawan Bank Danamon Tbk Surabaya, Rendi Delaprima Bastari kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Rendi Delaprima didakwa melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU nomor 10 tahun 1988 tentang Perbankan dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 8 tahun dan pidana denda paling sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak 100 miliar rupiah.
Sidang yang diketuai Yohanes Hehamoni digelar secara Online. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi kunci Bagus Hariyadi.
Ditemui usai sidang, Ayuning sebagai pengacara Rendi Delalrprima mengungkapkan ada ketidakadilan dibalik kasus ini.
Sebab menurutnya, saksi Bagus Hariyadi, mantan karyawan Jasa Pelayanan Publik (JPP) SISCO yang kali ini dihadirkan sebagai saksi dalam kasus ini sampai saat ini tidak dijadikan tersangka, meski dia sudah dilaporkan oleh Rendi Delaprima ke Polisi.
“Saksi Bagus sendiri saat ini masih bebas, ini tidak adil, termasuk Pak Hadi Suwanto dari PT. Pilar Kuat Teken, sebagai debiturnya Rendi,” Kamis (4/6/2020).
Tak hanya itu saja, Ayuning juga mengaku heran, sebab semua karyawan Bank Danamon tidak ada sama sekali yang disangkutpautkan dalam kasus ini.
“Semua dibebankan ke Rendi Delaprima. Ya berjenjang. Kan untuk menaikan keatas harusnya semua. Tidak mungkin bisa jika hanya dilakukan Rendi sendiri. Harusnya berjenjang, ada analis kredit, ada pengawas kredit dan ada branch manager,” lanjutnya.
Untuk itu, kata Ayuning, pihaknya meminta semuanya diusut. Menurutnya, hal itu sebagai upaya penegakan hukum,
“Terlebih terdakwa Rendi Delaprima hanyalah bawahan di Bank Danamon Tbk,” pungkasnya.
Dalam dakwaan JPU dinyatakan, kasus ini berawal dari pengajuan kredit Rp 4 miliar serta fasilitas kredit berjangka Rp 3 miliar dari Hadi Suwanto, direktur PT Pilar Kuat Teken (PKT) pada medio Juni 2017 hingga 2018.
Pengajuan kredit yang dicover dengan jaminan SHM No158, No 159 dan No 160, Desa Kraton Pasuruan oleh terdakwa Rendi Delaprima Bastari telah diproses bahkan dilakukan pencairan tanpa Laporan Penilaian Jaminan (LPJ).
Selanjutnya, pada medio 2018, PT PKT mengajukan penambahan plafon pinjaman menjadi 15 milyar berdasarkan perjanjian perubahan dan perpanjangan yang dibuatkan akta hutang di notaris Devi Crisnawati dengan persyaratan setiap penambahan fasilitas kredit baru harus dituangkan dalam Laporan Penilaian Jaminan (LPJ) yang di keluarkan oleh Kantor Jasa Pelayanan Publik (KJPP) SISCO.
Namun oleh terdakwa hal tersebut tidak dilakukan secara resmi, melainkan meminta pada karyawan KJPP, Bagus Hariyadi agar dibuatkan penilaian jaminan yang diagunkan agar sesuai harga pasar, dengan maksud agar penambahan plafon pinjaman kredit PT PKT, lolos. (Han)