SURABAYA – beritalima.com, Hakim Dwi Purwadi akhirnya mengabulkan permohonan Praperadilan yang dimohonkan notaris Nora Maria Lidwina dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (19/6/2019).
Dengan dikabulkannya praperadilan tersebut maka status tersangka yang disandang notaris Nora selama 9 tahun akhirnya gugur.
Dalam amar putusannya, hakim tunggal Dwi Purwadi menyatakan, sepakat dengan argumentasi kuasa hukum Nora dan berdasarkan fakta persidangan.
“Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon (notaris Nora) untuk seluruhnya. Menyatakan penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegas hakim Dwi pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam amar putusannya, Hakim Dwi juga memerintahkan agar memulihkan hak notaris Nora dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.
Usai sidang, Piter Hadjon, kuasa hukum notaris Maria Lidwina menilai bahwa putusan praperadilan ini telah memenuhi rasa keadilan.
“Pemohon bersama Wardoyo dan dua orang staf BPN Surabaya dianggap AJB (akte jual beli) dilakukan pada saat tanah dalam keadaan tersita pengadilan. Padahal berdasarkan bukti, sebelum AJB sudah ada penetapan pengangkatan sita oleh Ketua PN Surabaya, termasuk berita acara pengangkatan sita,” tegasnya di PN Surabaya.
Bahkan menurutnya, sejak awal persidangan dirinya sangat yakin bahwa permohonan praperadilan ini akan dikabulkan.
“Karena status tersangka yang disandang klien kami sudah 9 tahun lamanya. Hal itu melanggar hak azasi sebagaimana ketentuan pasal 50 KUHAP yakni tersangka berhak segera diperiksa dan segera disidangkan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI (MahkumJakpol) Nomor 299/2010 dan M.HH-35../2010 serta Kep-059/2010 menentukan bahwa apabila berkas perkara sudah tiga kali diajukan oleh penyidik dan dikembalikan oleh JPU, maka perkara tidak layak atau tidak dapat dilanjutkan.
“Sedangkan dalam perkara ini sudah 13 kali dikembalikan oleh JPU,” bebernya.
Kasus ini berawal saat notaris Maria Lidwina disangka melakukan tindak pidana memasukkan keterangan palsu ke dalam akte otentik bersama almarhum Wardoyo dan dua staf BPN Kota Surabaya.
Peristiwa tersebut ketika Wardoyo menjual tanahnya yang berlokasi di Jalan Sumatra, Surabaya kepada Eddy. Penjualan itu dibuat dihadapan notaris Maria Lidwina.
Namun kemudian, notaris Maria Lidwina dituduh secara bersama-sama tersangka lainnya memasukan keterangan palsu ke dalam akte otentik sesuai pasal 264 ayat 1 ke-1 huruf a KUHP jo pasal 266 ayat 1 dan 2 KUHP. Kasus tersebut kemudian diproses berdasarkan laporan polisi nomor LPB/530/lV/2010/Satreskrim tertanggal 29 April 2009 dengan pelapor Tan Aditya.
Dalam laporannya, Tan Aditya mengaku memiliki Surat Izin Penempatan (SIP) rumah di lokasi tanah tersebut. Namun ternyata di lokasi tanah tersebut tidak ada bangunan lagi pasca eksekusi yg dimenangkan Wardoyo langsung merobohkan bangunan rumah. Berdasarkan fakta, SIP tersebut jauh sebelum eksekusi sudah dicabut oleh Pemkot Surabaya. (Han)