JAKARTA, Beritalima.com– Dukungan yang diberikan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah kepada pasangan Gibran Rakabuming-Achmad Purnomo (Gibran-Teguh) dan Bobby Nasution-Aulia Rachman dalam pemilihan Walikota Solo (Jawa Tengah) dan Medan (Sumatera Utara) memang aneh.
Soalnya, ungkap pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga saat bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Minggu (20/9), dukungan yang diberikan Fahri kepada kedua pasangan tersebut bakal berpengaruh besar kepada partai yang baru saja keberdaannya disahkan Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia (Kemenkumham).
Pengaruhnya, lanjut pria yang akrab disapa Jamil ini, negatif buat partai Gelora yang tengah giat-giatkannya mencari dukungan masyarakat. Soalnya, Fahri selama ini dikenal dengan sosok dan politisi yang kritis sejak awal dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Fahri bersama Fadli Zon (Gerindra-red), dua politisi yang intens mengkritik Jokowi.”
Sebelum Fahri memberikan dukungan kepada pasangan anak dan mantu Jokowi itu, lanjut Jamil, masyarakat menpersepsikan partai Gelora Indonesia sebagai partai pecahan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Karena itu, mayoritas kader dan simpatisan partai Gelora Indonesia berasal dari PKS yang selama ini juga berseberangan dengan Jokowi, yang tidak mendukung Gibran dan Bobby Nasution.
“Jadi, sikap Fahri yang mendukung Gibran dan Bobby tidak sejalan dengan mayotitas sikap kader dan simpatisan partainya. Kalau itu yang terjadi, dikhawatirkan kader dan simpatisan partainya akan kecewa dan kembali ke PKS atau meninggalkan partai Gelora Indonesia. Hal itu tentu merugikan partai Gelora Indonesia yang baru seumur jagung. Padahal, partai Gelora Indonesia memerlukan kader militan agar dapat berbicara banyak pada Pileg 2024.”
Namun, jelas pengajar Metode Penelitian Komunikasi, Riset Komunikasi, serta Krisis dan Strategi Pablic Relation tersebut, bisa saja dukungan terhadap Gibran dan Bobby Nasution sebagai strategi jangka pendek, khususnya untuk mengamankan Partai Gelora Indonesia dalam Pileg 2024.
Kalau itu yang ingin dicapai Fahri, bisa jadi partai Gelora Indonesia akan lolos dalam seleksi sebagai partai peserta Pileg 2024. Hanya saja, jelas Jamil, keikutsertaan partai Gelora Indonesia dalam Pileg 2024 tidak didukung kader militan, seperti apa yang didapat PKS selama ini. Hal itu akan menyulitkan partai Gelora Indonesia memperoleh suara yang signifikan untuk lolos ke Senayan.
Bahkan dukungan terhadap Gibran dan Bobby Nasution akan menurunkan citra pribadi Fahri Hamzah. Fahri tak lagi dicitrakan sebagai sosok yang kritis terhadap Pemerintah, khususnya terhadap Jokowi.
“Hal itu akan berpengaruh pada pencalonan dia nanti sebagai anggota DPR RI. Peluangnya untuk duduk kembali di Senayan tidak lagi semulus sebelumnya. Perlu perjuangan yang luar biasa untuk mengembalikan citra dirinya,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)