Pengamat: Jokowi Harus Ubah Komunikasi Publik Pemerintah

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) menyoroti masalah komunikasi publik dalam rapat terbatas, Jumat (16/7). Jokowi meminta komunikasi Pemerintah yang dia pimpin harus melahirkan optimisme dan ketenangan masyarakat.

 

Penilaian Jokowi itu benar, kata mantan dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fikom IISIP) Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga saat bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Senin (19/7) pagi.

“Komunikasi publik Pemerintahan bekas Wali Kota Solo itu buruk sekali. Apalagi yang berkaitan dengan pandemi virus Corona (Covid-19) sehingga jauh dari pesan-pesan apa yang sebenarnya diinginkan Pemerintah dari optimisme dan ketenangan masyarakat,” kata pria yang akrab disapa Jamil tersebut.

Komunikasi ala Pemerintah Jokowi lebih dominan berisi pesan-pesan yang memuat kepentingan pihak yang memberi keterangan daripada kepentingan masyarakat.

“Akibatnya, komunikasi yang dikembangkan lebih banyak berisi paksaan, baik berupa sanksi, ancaman, kekhawatiran, atau ketakutan.”

Penyampaian pesan-pesan semacam ini, jelas pengajar di Universitas Esa Unggul Jakarta itu, disebut komunikasi koersif.

Ya, komunikasi koersif semakin banyak mengemuka sejak Pemerintah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa – Bali 3 Juli lalu. Pesan memuat sanksi dan ancaman begitu dominan sehingga masyarakat merasa tidak nyaman karena dirundung ketakutan.

Padahal, lanjut Jamil, dalam berbagai riset menunjukan, pesan-pesan menakutkan (koersif) tidak efektif digunakan kepada khalayak yang mengalami situasi krisis karena dalam jangka panjang sudah hilang rasa takutnya.

 

Jadi, kepada khakayak seperti itu diberikan pesan-pesan koersif justeru akan menjadi bumerang buat pemberi pesan. “Publik akan melakukan perlawanan demi mempertahankan hidup dan kehidupan mereka. Pesan seperti itu semakin tidak efektif karena disampaikan orang yang tidak kredibel,” kata bapak dua putra ini.

Suka atau tidak, kredibilitas Pemerintah Jokowi, terutama yang terkait bertanggung jawab menangani PPKM Darurat, bukanlah sosok yang dipercaya masyarakat.

Akibatnya, pesan-pesan koersif yang disampaikan mendapat penolakan dari masyarakat.

Sebagian masyarakat akhirnya lebih mempercayai pesan-pesan terkait Covid-19 dari teman, keluarga atau media sosial.

Karena itu, komunikasi publik Pemerintahan Jokowi harus diubah dari koersif ke persuasif dengan mengedepankan pendekatan komunikasi bottop up.

Melalui komunikasi semacam ini, pemerintah lebih mengedepankan kebutuhan rakyat daripada kepentingan pemberi pesan.

Pendekatan semacam itu dengan sendirinya lebih memanusiawikan masyarakat. “Masyarakat tentu akan menjadi lebih nyaman karena kebutuhannya diperhatikan.

Tentu pesan-pesan persuasif itu akan semakin efektif bila disampaikan orang yang kredibel,” kata Jamil.

Namun, masalahnya sosok seperti ini yang sekarang tidak ada dalam Pemerintahan Jokowi. Kalaupun ada, yang bersangkutan tidak diberi Jokowi peran untuk itu.

“Kiranya, itu menjadi Pekerjaan Rumah buat Jokowi untuk mendapatkan sosok yang kredibel menyampaikan pesan-pesan persuasif terkait Covid-19. Semoga Jokowi menemukan sosok tersebut,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait