JAKARTA, Beritalima.com– Sejumlah aktivis mahasiswa dari enam organisasi pergerakan (Kelompok Cipayung) menyambangi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo di rumah dinasnya, Rabu (28/7) malam.
Menurut Ganjar, kedatangan mereka untuk berdiskusi soal keterlibatan mahasiswa dalam penanganan Covid-19 di masyarakat.
Keterlibatan para mahasiswa dalam penanganan Covid-19 di masyarakat tentu baik.
Mereka sebagai salah satu elemen masyarakat tentu harus peduli terhadap persoalan yang dihadapi bangsa dan negara.
Karena itu, keinginan mahasiswa Jawa Tengah berkolaborasi dengan pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19 layak dicontoh mahasiswa daerah lainnya.
Mahasiswa dengan potensi yang dimilikinya dapat menyambangi kepada daerahnya untuk bersama-sama berkontribusi penanganan Covid-19.
Jadi, kalau ada mahasiswa menyambangi Ganjar jangan diartikan mahasiswa sudah terkontaminasi dan terkooptasi.
“Jangan pula diartikan mahasiswa itu telah mendukung Ganjar pada kontestasi Pilpres 2024.
Mahasiswa seharusnya menjaga independensi agar tetap kritis dan objektif dalam menilai kinerja pemerintah, khususnya Ganjar,” kata pengamat komunikasi politik Universitas Wsa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga di Jakarta, Jumat (30/7).
Hanya dengan begitu masyarakat akan tetap menilai mahasiswa punya integritas yang layak dihormati dan didukung setiap pergerakannya.
Jadi, sambutan hangat Ganjar atas kedatangan mahasiswa hendaknya juga jangan dimaknai sebagai gaya kepemimpinannya yang merakyat.
Sebab, kata pengamat yang akrab disapa Jamil itu, pemaknaan seperti ini sangat bias, yang kerap mengecoh masyarakat.
Kepemimpinan merakyat itu hendaknya jangan dilihat dari seberapa banyak pemimpin ini bersama rakyat.
“Jangan juga dilihat dari penampilannya yang sederhana, kerap blusukan, dan naik sepeda bersama rakyat.
Penampilan semacam itu dapat dengan mudah dikemas,” kata Jamil.
Masyarakat Indonesia sudah hampir delapan tahun belakangan ini menyaksikan tampilan seperti itu.
“Jadi, janganlah menilai kepemimpinan merakyat seseorang hanya dari aksesoris yang dikenakannya. Penilaian semacam ini harus sudah diubah kepada kebijakan yang diambilnya,” jelas bapak dua putra ini.
Jadi, apakah kepemimpinan Ganjar merakyat atau tidak, sebaiknya dilihat dari seberapa banyak kebijakannya yang pro kepada rakyat ? “Kalau kebijakannya lebih banyak tidak pro rakyat, meski dia kerap berpenampilan sederhana tentu ia tidak dapat disebut pemimpin yang merakyat.
,” kata Jamil.
Sebaliknya, meskipun dia kerap berpenampilan necis dengan jas dan dasi tetapi kebijakan yang dikeluarkan dominan pro rakyat, dia layak disebut pemimpin merakyat.
“Karena itu, Ganjar perlu membuktikan selama ini berapa banyak kebijakannya yang pro rakyat dan yang bukan. Dari sinilah masyarakat dapat menilai gaya kepemimpinan Ganjar yang sesungguhnya,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga
. (akhir)