JAKARTA, Beritalima.com– Langkah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam usaha memutus mata rantai penyebaran wabah pandemi viru Corona (Covid-19) sudah tepat dan berjalan pada rel yang sudah ditentukan.
Anies, ungkap pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga ketikat bincang-bincang dengan Beritalima.com di Senayan, Jakarta, Kamis (1/10) pagi, konsisten melihat titik berat persoalan wabah pandemi Covid-19 dari sisi kesehatan, bukan ekonomi seperti yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal wabah ini melanda Indonesia.
Anies begitu yakin, dengan mengutamakan sisi kesehatan, ekonomi dengan sendirinya bakal mengikutinya. “Kalau mengutamakan ekonomi dan menomor sekiankan kesehatan, jelas ekonomi tak jalan. Bagiamana, bagaimana masyarakat menjalankan ekonominya kalau mereka sakit. Itu logika berfikir yang tepat,” kata Jamil, sapaan ayah dua putra ini.
Lebih jauh dikatakan, Anies kelihatannya begitu yakin dengan keputusan mengutamakan kesehatan dari pada ekonomi. “Inilah yang menjadi dasar utama kenapa Anies menarik kembali rem ke PSBB.
Sayangnya, untuk memperketat PSBB tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkesan hanya berjalan sendirian. Pemerintah Pusat tampaknya mendukung program Anies setengah hati.”
Buktinya, lanjut pengajar Metode Penelitian Komunikasi, Krisis dan Strategi Public Relation, serta Riset Kehumasan itu, Pemerintah Pusat tetap mengambil jalan tengah dengan memadukan sisi kesehatan dan ekonomi dalam penanganan Covid-19.
Untuk memperketat PSBB ini, Anies sudah menggunakan semua pola komunikasi. Untuk ke Pemerintah Pusat, Anies menggunakan komunikasi dari bawa ke atas (bottop up). Dengan Pemprov Jawa Barat dan Pemprov Banten digunakan pola komunikasi horizontal. Sementara dengan Bekasi, Bogor, Depok. Tangerang Selatan, dan Tangerang, digunakan komunikasi diagonal.
Hanya saja, lanjut Jamil, karena masing-masing pihak sudah menetapkan kebijakan sendiri-sendiri dalam menangani pandemi Covid-19, komunikasi yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta belum membuahkan hasil optimal, walau untuk lingkup DKI Jakarta, cara komunikasi demikian juga sudah dilaksanakan.
Komunikasi horizontal dilakukan Anies dengan Kodam dan Polda Meteo Jaya. Komunikasi vertikal dilaksanakan antara Pemprov DKI Jakarta dengan warga Jakarta. Begitu juga komunikasi bottom up antara warga Jakarta dengan Pemprov DKI Jakarta.
“Saya lihat, yang masih perlu diintensifkan komunikasi sesama warga DKI Jakarta. Pola komunikasi horizontal ini dapat dilakukan antara Rukun Warga (RW) atau Rukun Tetangga (RT) dengan warganya atau antara opinion leader dengan warga, ” kata mantan Dekan FIKOM Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta tersebut.
Bila pola komunikasi seperti ini diintensifkan, diharapkan akan tumbuh kesadaran bersama dalam menghadapi pandemi Covid-19, khususnya kepatuhan kepada pelaksanaan protokol kesehatan.
Terkait dengan komunikasi berisi ancaman atau menakut-nakuti, baiknya cara-cara seperti itu dijauhkan, paling tidak diminimalkan. Sebab, warga yang terus menerus diberi pesan menakutkan, dapat membuat mereka menjadi kebal atau imun. Hal ini dapat membuat warga menjadi masa bodoh atau akan hilang rasa takutnya terhadap bahaya Ccovid-19.
Untuk itu, lanjut Jamil, sebaiknya Anies mengkombinasikan himbauan pesan rasional dan moral dalam mengajak warga Jakarta melaksanakan protokol kesehatan.
Pesan kombinasi rasional dan moral dapat menjangkau semua segmen pendidikan warga Jakarta. Namun, kata Jamil, ini akan efektif bila pemimpin di DKI Jakarta serta Pimpinan Nasional dapat menjadi teladan. Sebagai pemimpin, mereka harus mampu memberi contoh yang benar dalam melaksanakan protokol kesehatan.
“Semua upaya itu dapat membuahkan hasil bila Jakarta dapat mengajak Bogor, Bekasi, Depok, Tangerang Selatan, dan Tangerang juga melakukan hal yang relatif sama.”
Tetapi, hal tersebut tentu sulit dilakukan Pemprov DKI Jakarta. “Bantuan Pemerintah Pusat sangat diperlukan agar wilayah sekitar Jakarta bersedia ikut kebijakan DKI Jakarta. Masalahnya, apakah pusat mau optimal mendukung kebijakan Pemprov. DKI Jakarta dalam mengatasi pandemi Covid-19?,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)