JAKARTA, Beritalima.com– Presiden Joko Widodo berencana menggabungkan Badan Usaha milik Negara (BUMN) Penerbangan dengan BUMN Pariwisata karena meyakini langkah itu bisa menjadi solusi mengatasi pertumbuhan negatif kedua sektor ini akibat dampak dari wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
Terkait rencana Jokowi itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin Ak minta pemerintah belajar dari praktik holding yang selama ini sudah berjalan. Contohnya holding BUMN Perkebunan, Semen, Energi, Pupuk, Kehutanan dan Farmasi yang sampai saat ini tidak memberikan dampak signifikan bagi perbaikan kinerja.
“Yang terjadinya hanya asetnya saja makin besar, namun dari sisi kinerja belum mengalami perbaikan sesuai harapan,” tutur legislator dari Dapil IV Provinsi Jawa Timur tersebut kepada awak media di Jakarta, Minggu (9/8).
Soalnya, Amin mengkhawatirkan usulan merger BUMN penerbangan dan pariwisata sebagai siasat untuk menggelembungkan aset BUMN holding agar nantinya bisa melakukan pinjaman dalam jumlah besar baik dari dalam maupun luar negeri.
Kekhawatiran Amin tersebut sangat beralasan mengingat BUMN penerbangan sedang mengalami kesulitan finansial. Selain itu PT Angkasa Pura I dan II yang juga akan menjadi bagian dari holding sedang membutuhkan dana besar untuk menangani proyek-proyek yang akan dikerjakan.
Pada sisi lain, Amin mengapresiasi upaya pembenahan pengelolaan sektor pariwisata nasional yang kini menjadi andalan mendulang devisa. Namun, pemerintah perlu tetap memperhatikan induk usaha yang sehat dan kuat kalaupun upaya pembentukan holding kemudian menjadi pilihan.
“Usaha menyehatkan BUMN penting dilakukan untuk memberikan nilai tambah bagi BUMN khususnya, dan perekonomian nasional umumnya,” tegas Amin.
Terkait dengan persoalan menurunnya kunjungan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara ke Indonesia harus dilihat akar persoalannya. Di masa pandemi ini, faktor kekhawatiran wisatawan terhadap penularan wabah Covid-19 di Indonesia merupakan alasan utama tidak berwisata.
Indikatornya dapat dilihat dari perbedaan jumlah kunjungan wisman sebelum dan sesudah merebaknya pandemi Covid-19. Data dari Kementerian Parawisata dan Ekonomi kreatif (Kemenparekraf) menunjukkan, kunjungan wisman Januari lalu 1.272.083 ke Indonesia mengalami peningkatan 5,85 persen dibanding Januari 2019.
Namun, jumlah wisatawan menurun tajam Februari 2020 yang hanya 863.960 orang atau turun 30,55 persen dibanding Februari 2019 yang tercatat 1.243.996 orang. Pada Maret 2020 kunjungan wisman hanya 470.970 orang atau turun 64,10 persen dibanding Maret 2019.
Pada bulan berikutnya April (158.718 wisman atau turun 87,54 persen dibanding April 2019), Mei (163.646 wisman atau turun 86,90 persen dibanding Mei 2019), dan Juni (160.282 wisman atau turun 82, 82% dibanding Juni 2019).
Penurunan tajam terjadi setelah merebaknya wabah Covid-19 di sejumlah negara terutama negara-negara utama asal Wisman seperti China, Singapura, Jepang dan negara-negara Eropa. Data kunjungan Wisman Februari-Juni 2020 menunjukkan tren penurunan yang kian besar.
“Memperbaiki kinerja BUMN lewat holding penting, namun tangani dulu pandemi Covid-19 secara benar agar wisman yakin bahwa Indonesia aman dari bahaya wabah Covid-19,” kata Anggota DPR dari Dapil Jatim IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) itu.
Menurut Amin, selain perbaikan kinerja BUMN, pembenahan manajemen pariwisata termasuk sistem pendukung serta sumber daya manusianya juga mendesak dilakukan. Dukungan untuk pengembangan pariwisata tidak hanya dari sektor penerbangan semata.
Namun, dari industri transportasi secara keseluruhan serta industri akomodasi. Amin menyontohkan, potensi kunjungan Wismani menggunakan kapal pesiar itu sangat besar.
Berdasarkan data Kemenparekraf, potensi pasar wisman dari kapal pesiar di wilayah Asia Timur mencapai 2 juta orang per tahun. Dari Australia dan Selandia Baru mencapai 1,3 juta orang per tahun.
Potensi wisata bahari yang dipadukan dengan wisata budaya dan peninggalan sejarah, akan menjadi daya tarik luar biasa bagi Wisman. “Satu kapal pesiar itu sekali angkut itu bisa 2.000 – 6.000 Wisman. Bandingkan dengan pesawat yang umumnya mengangkut sekitar 200-an Wisman. Hanya saja infrastruktur pendukung seperti pelabuhan yang bisa disinggahi kapal-kapal pesiar harus diperbanyak,” demikian Amin Ak. (akhir)