JAKARTA – Pada kondisi khusus obat hydroxychloroquine digunakan untuk pengobatan pasien COVID-19. Penggunaan obat ini sangat terbatas karena termasuk dalam obat keras.
Di Indonesia sendiri, obat tersebut sudah diberikan izin oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk beredar namun dengan kriteria tertentu. Direktur Registrasi Obat (BPOM) Dr.dr. Rizka Andalucia, M. Pharm., Apt. mengatakan, obat keras ini hanya dapat dibeli dengan resep dokter dan digunakan sesuai petunjuk dokter.
“Hydroxycloroquine ini diberikan oleh BPOM izin penggunaan dalam kondisi emerjensi atau yang kita kenal dengan nama _emergency use authorization_,” ujar Dokter Rizka saat berdialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Senin (29/6).
Di samping hydroxycloroquine, cloroquine, dan dexamethasone merupakan obat yang sudah lama diberikan izin edar oleh BPOM untuk indikasi non-covid dan ketiga obat tersebut termasuk kategori obat keras.
Pada kemasaan peredarannya, obat keras memiliki logo ‘k’ dengan lingkaran berwarna merah.
Mengenai syarat dan kondisi penggunaan dan kondisi darurat, Dokter Rizka menjelaskan bahwa obat tersebut harus dilakukan dengan pengujian uji klinik yang selanjutnya dilakukan pemantauan terhadap keamanan dari obat tersebut. Kedua, obat tersebut hanya dapat digunakan selama masa pandemi. Ketiga dan terakhir, dilakukannya peninjauan ulang setiap kali terdapat data terbaru terkait efektivitas atau khasiat dan keamanan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap obat tersebut.
Sementara itu, ia juga menyampaikan hasil studi dari Universitas Oxford di Inggris yang menyebutnya sebagai _recovery trial_. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kebermanfaatan dari hydroxycloroquine. Berdasarkan studi tersebut, saat ini _emergency use authorization_ untuk hydroxycloroquine sudah diberhentikan oleh WHO dan FDA (Badan POM Amerika Serikat).
“Hasilnya memang menunjukkan tidak bermakna dibandingkan dengan yang tidak diberikan hydroxycloroquine. Tetapi kondisi dan pasiennya berbeda. Oleh karena itu, untuk sementara waktu kami masih memberlakukan _emergency use authorization_,” terang Dokter Rizka.
Lebih lanjut, Dokter Rizka mengatakan, penelitian terkait obat ini akan dilakukan oleh perhimpunan profesi. Ketika hasil dari penelitian tersebut sudah muncul dan terbukti menunjukkan ketidakbermanfaatan _emergency use authorization_ terhadap hydroxycloroquine akan dihentikan.
Menyikapi pengobatan COVID-19, Dokter Rizka berpesan kepada masyarakat terkait penggunaan hydroxycloroquine, cloroquine, dan dexamethasone. “Kami menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menggunkan atau mendapatkan, baik hydroxycloroquine, cloroquine, maupun dexamethasone secara bebas, harus dengan resep dokter dan di bawah pengawasan dokter, ” imbuhnya.
Sebagai penutup, dokter Rizka mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak dalam mendapatkan obat tersebut dan tidak melakukan _panic buying_.
“Belilah (obat) di sarana pendistribusian farmasi yang legal, apakah itu apotek atau rumah sakit,” ujarnya.