Penggunaan Merkuri Harus Dihentikan

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Tindaklanjut Perpres 21/2019 Tentag Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM), Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mewakili ketidakhadiran Menteri LHK untuk membuka Rapat Kerja Teknis, Senin (22/7/2019) di Hotel Bidakara, Jakarta.

Pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia Bebas Merkuri 2030, sebagai implementasi Konvensi Minamata yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri dan senyawa merkuri antropogenik.

Pada kesempatan itu, hadir beberapa narasumber dari kementerian terkait, namun dijelaskan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati terhadap air raksa atau merkuri, merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun, secara global telah dilarang, baik produksi maupun penggunaannya.

Sementara sambutan Menteri LHK yang dibacakan Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, menyatakan bahwa penggunaan merkuri disegala sektor harus dihentikan. Hal tersebut dinilai membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan secara umum.

“Penggunaan merkuri berpotensi serius sehingga diperlukan langkah penghentian, pengurangan, dan penghapusan merkuri di berbagai sektor,” ujarnya.

Ia pun menjelaskan, merkuri atau air raksa merupakan bahan berbahaya dan beracun yang bersifat toksik, sulit terurai, dan mudah berpindah tempat melalui atmosfer. Secara global katanya, penggunaan dan produksi merkuri sudah dilarang. Meski begitu, di beberapa sektor masih digunakan seperti kesehatan dan industri.

“Khusus di sektor pertambangan emas, penggunaan merkuri sudah dilarang sepenuhnya karena membahayakan lingkungan maupun kesehatan manusia,” katanya.

Ia pun mencontohkan kasus pencemaran merkuri Minamata di Jepang sekitar 1950-an. Pembuangan limbah pabrik pupuk ke Teluk Minamata yang mengandung merkuri menyebabkan 2.200 orang meninggal dan mengalami gangguan saraf serius.

Masih dijelaskan Sekjen KLHK, dampak dari merkuri, baru dirasakan masyarakat 10 hingga 30 tahun ke depan sejak terjadinya pencemaran. Dampak ini memperlihatkan betapa bahayanya merkuri terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

“Oleh karena itu, penggunaannya perlu diatur secara global. Khusus di Tanah Air, penambangan merkuri secara legal tidak diperbolehkan oleh pemerintah. Namun, di Indonesia hingga kini memang masih ada penggunaan merkuri seperti di sektor kesehatan dan penambangan emas skala kecil,” tambahnya. ddm

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *