SURABAYA, beritalima.com | Seperti diketahui, La Nina adalah fenomena alam yang ditandai dengan suhu air laut di Samudera Pasifik di bawah suhu rata-rata sekitarnya. Penyebabnya karena suhu permukaan laut pada bagian barat dan timur Pasifik lebih tinggi daripada biasanya. Kejadian tersebut menyebabkan tekanan udara pada ekuator Pasifik barat menurun. Hal ini mendorong pembentukan awan berlebihan dan menyebabkan curah hujan tinggi pada daerah yang terdampak.
La nina pun kerap dikenal sebagai badai yang terjadi penghujung tahun, yaitu sejak akhir Oktober 2021. Bahkan, diprediksi, badai la nina akan tetap terjadi hingga Pebruari 2022. Wilayah berpotensi mengalami la nina, diantaranya adalah wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan.
Hal inilah yang menjadi perhatian banyak pihak. Tak terkecuali Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur, Dr. Ir. Hadi Sulistyo, yang pada setiap kunjungannya ke petani, menyampaikan potensi la nina dan harus diwaspadai oleh petani, terutama saat turun ke sawah.
“Para Petani mohon selalu berhati-hati dengan perubahan cuaca. Namun, kami dari pemerintah tetap melakukan berbagai upaya pencegahan dan mitigasi terhadap peningkatan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang atau puting beliung ataupun badai tropis.”
Lebih lanjut, melalui seluler (9/11), Doktoral Untag tersebut menjelaskan beberapa upaya mitigasi yang telah dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, diantaranya adalah :
1. Bersurat kepada semua Kepala Dinas Pertanian Kabupaten / Kota se – Jatim tentang kewaspadaan terhadap serangan OPT (dengan peta daerah sebaran) dan banjir (peta daerah rawan banjir).
2. Bersurat kepada semua Kepala Dinas Pertanian Kabupaten / Kota se – Jatim tentang kewaspadaan La Nina.
Secara detail, Hadi menjelaskan beberapa langkah yang bisa diambil sebagai bentuk kewaspadaan tersebut, antara lain:
1. Mempercepat waktu tanam dan memaksimalkan capaian target Luas Tanam Oktober – Maret 2021/2022,
2. Meningkatkan koordinasi dengan Instansi terkait untuk memastikan kondisi sumber air serta saluran pengairan agar terhindar dari rusak / jebol saat kondisi di atas normal, normalisasi saluran air dan mengaktifkan peran P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air);
3. Menggunakan benih yang toleran genangan, seperti varietas Inpara 1 – 10, Inpari 29, Inpari 30, Ciherang Sub 1, Inpari 42 Agritan, serta varietas lokal sejenisnya dan varietas tahan OPT endemis.
4. Himbauan kepada petani untuk mengikuti Asuransi Usahatani Padi (AUTP) bagi wilayah rawan banjir.
5. Meningkatkan kewaspadaan OPT secara pre emtif yaitu dengan penerapan Budidaya Tanaman Sehat.
6. Meningkatkan peran Brigade Proteksi Tanaman Pangan dengan menyiapkan bahan pengendali baik nabati (untuk pre-emtif) maupun kimia (apabila sudah berada di atas ambang batas) di 7 Wilayah Kerja serta mendistribusikan bantuan pestisida sesuai permintaan dari Dinas Pertanian Kabupaten.
7. Meningkatkan peran Petugas POPT untuk pengamatan OPT secara rutin sebagai upaya antisipatif.
8. Gerakan Pengendalian Tikus pra tanam sebagai upaya pre emtif karena saat banjir akan terjadi peningkatan serangan intensitas.
Hadi juga mencontohkan, pada wilayah Lamongan, yang pernah dikunjunginya saat panen bersama Wakil Bupati KH Abdul Rouf, Bakorwil Bojonegoro Agung Subagyo, S.STP., M.Si, dan Perempuan Tani HKTI Jatim Dr. Lia Istifhama, bahwa Lamongan wilayah rawan banjir dan endemis tikus.
“Di Lamongan contohnya. Kami lakukan proteksi bersama Petugas POPT. Dalam hal ini, kami melakukan koordinasi di tingkat lapang dengan pihak terkait (FORKOMPIMCAM, HIPPA, Gabungan Kelompok Tani, Pengairan) untuk menentukan jadwal tanam, perbaikan drainase, budidaya tanaman sehat. Ini semua salah satu upaya kami mencegah gagal panen akibat banjir ataupun faktor cuaca lainnya.” (red)