Jakarta | beritalima.com – Pengurus DPD APERSI Jakarta catat beberapa poin teknis penyambungan listrik, dimana PLN menjelaskan bahwa sistem pascabayar (Meteran) digunakan untuk penyambungan awal, namun bisa kembali ke sistem prabayar (Token) tergantung pemilik rumah setelah digunakan selama 3 bulan. Lanjutnya, pelanggan bisa migrasi dari pascabayar ke prabayar yaitu tidak adanya biaya pemasangan kembali, namun jika dari Prabayar ke pascabayar ada biayanya Rp182.000,00 (1300 daya listrik).
Demikian hal itu diungkapkan Edi Firmansyah, SP., MM Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) DKI Jakarta, usai pertemuan kepada PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tanggerang, diterima beritalima.com, pada Selasa (12/8/2025). Intinya PLN harus mengedepankan model pemasangan molektif.
Lebih lanjut diungkapkan Edi Firmansyah, usulan teknis penyambungan dari pihak developer dan pihak PLN. Developer mengusulkan agar perumahan yang dibangun menggunakan meteran listrik prabayar (token). Alasan utama menurut Ketua DPD APERSI DKI Jakarta adalah demi kenyamanan dan fleksibilitas pelanggan dalam mengelola penggunaan listrik.
Namun pandangan dari Pihak PLN menyatakan bahwa, instalasi meteran pascabayar diutamakan sebagai bagian dari program pemerintah 3 juta rumah.
Lebih jauh pertemuan antara pengurus DPD APERSI DKI Jakarta dengan jumlah 6 orang dari pihak PLN membahas penanganan perumahan dan perorangan. Sedangkan dijelaskan Edi mengenai proses pengajuan untuk perumahan memerlukan perjanjian dan tidak bisa dilakukan individu. Bahkan harus ada siteplan dan komunikasi awal dengan unit PLN setempat untuk dilakukan survei lokasi.
Skema kerjasama tripartit jelasnya, antara PLN, bank, dan developer memungkinkan pengembang menyetor dana ke rekening bank sebagai deposit. Penyambungan dilakukan bertahap sesuai jumlah rumah yang telah siap, bukan berdasarkan seluruh site plan. Kemudian dana yang disetor bersifat fleksibel tergantung realisasi pembangunan dan permintaan nyala listrik.
Hal ini menurut Ketua DPD APERSI DKI Jakarta harus menyesuaikan jumlah rumah dan tahapan investasi. PLN menyarankan agar developer menyusun perencanaan realistis, misal tahun pertama target 50 unit, bukan langsung 100.
“Jika target penjualan bertambah, maka pengembang bisa menambah deposit dan dilakukan perluasan jaringan,” terang Edi.
Lebih lanjut mengenai pengaturan gardu dan infrastruktur, developer yang merencanakan pembangunan 50 rumah, walau baru nyala 5 rumah, tetap harus menyiapkan gardu dan infrastruktur dasar.
“Hal ini untuk menghindari keterlambatan penyambungan di kemudian hari saat volume meningkat,” imbuhnya.
Lain hal soal skema pembayaran dan investasi, PLN harus mengedepankan model “pemasangan kolektif” dengan sistem deposit di rekening penampungan (mirip escrow). Uang tersebut bisa digunakan PLN saat developer meminta aktivasi jaringan listrik pada jumlah rumah tertentu.
“PLN menetapkan batas waktu penggunaan deposit selama 2 tahun kepada Developer yang merencanakan penjualan dan pembangunan secara bertahap ahar dana deposit terserap optimal dan tidak menimbulkan kerugian,” tegasnya.
Pentingnya persetujuan asosiasi jelas Ketua DPD APERSI DKI Jakarta, agar semua permohonan dari developer harus disetujui oleh asosiasi untuk memastikan developer tersebut merupakan anggota resmi. Hal inipun terkait jaminan instalasi dan SLO, juga terkait instalasi rumah dan jaminan.
“PLN menekankan bahwa instalasi rumah merupakan tanggung jawab pelanggan. Untuk penyambungan ke PLN, pelanggan harus mengurus dokumen SLO dan NIDI,” imbuhnya.
Sambungnya ditambahkan Edi sebagai tindak lanjut, PLN harus menyetujui apabila ada anggota yang ingin membahas lebih lanjut dengan pihak PLN, dapat dilakukan pertemuan kembali di kesempatan yang akan datang.
Jurnalis : Dedy Mulyadi

