Jakarta, beritalima.com| Pemerintah mencoba belajar dari pengalaman tahun lalu dan berusaha merancang kebijakan dengan prinsip utama keselamatan dan kesehatan masyarakat pada masa Covid-19. Karena itu ditetapkan adanya peniadaan mobilitas mudik sementara yang berlaku dari tanggal 6-17 Mei 2021.
Juru Bicara Pemerintah Untuk Penanganan COVID-19, Profesor Wiku Adisasmito mengatakan, peniadaan mudik dalam rangka pengendalian COVID-19 pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah sudah dikoordinasikan terlebih dahulu.
“Pelaksanaan kebijakan lebih detailnya diatur secara teknis oleh masing-masing sektor seperti Kementerian Perhubungan, Polri, dan Kementerian Agama,” ujarnya dalam Konferensi Pers terkait Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia dan Sosialisasi Regulasi Larangan Mudik 2021, Kamis (8/4).
Wiku menyebut, meski ditiadakan, tetap ada pengecualian untuk layanan distribusi logistik maupun keperluan mendesak seperti untuk bekerja atau perjalanan dinas, kunjungan sakit/duka, dan pelayanan ibu hamil dengan pendamping maksimal 1 orang dan pelayanan ibu bersalin dengan pendamping maksimal 2 orang.
Dia menekankan, perlu diperhatikan sebelum melakukan perjalanan bagi pihak yang dikecualikan, terdapat prasyarat perjalanan yang harus dipenuhi yaitu surat izin dari pimpinan instansi pekerjaan dimana khusus untuk ASN, pegawai BUMN/BUMD, anggota TNI/Polri diberikan dari pejabat setingkat eselon II dengan tanda basah/elektronik yang dibubuhkan.
Kemudian untuk pekerja sektor informal maupun masyarakat yang memiliki keperluan mendesak, perlu meminta surat izin perjalanan dari pihak Desa/Kelurahan sesuai domisili masing-masing. Menurutnya, surat ini berlaku secara perseorangan, untuk satu kali perjalanan pergi/pulang, dan diwajibkan untuk masyarakat berusia sama dengan atau lebih dari 17 tahun ke atas. Selain keperluan tersebut di atas, tidak diizinkan untuk mudik. “Apabila tidak memenuhi persyaratan ini, maka surat izin bepergian tidak akan diterbitkan,” kata Wiku.
Perlu diketahui, lanjutnya, selama perjalanan di rentang tanggal 6-17 Mei, akan ada pelaksanaan operasi skrining dokumen surat izin perjalanan dan surat keterangan negatif oleh satuan TNI, Polri, dan aparat pemerintah daerah yang mengacu pada SE Satgas No.12 Tahun 2021 untuk perjalanan domestik dan SE Satgas No. 8 Tahun 2021 untuk perjalanan internasional.
Operasi ini akan dilakukan di tempat-tempat strategis seperti pintu kedatangan atau pos kontrol di wilayah rest area, perbatasan kota besar, titik pengecekan (check point), dan titik penyekatan daerah aglomerasi, yaitu satu kesatuan wilayah yang terdiri dari beberapa pusat kota atau kabupaten yang saling terhubung.
Khusus untuk WNI yang hendak pulang ke Indonesia (repatriasi) apabila tidak ada keperluan yang sangat mendesak diimbau menunda sementara kepulangannya di periode ini dengan harapan dapat mencegah masuknya imported cases dengan varian mutasinya.
Wiku menambahkan, apabila ditemui pelaku perjalanan yang tidak memenuhi persyaratan perjalanan diantaranya dengan tujuan mudik, atau wisata antar wilayah maka petugas berhak memberhentikan perjalanan dan yang bersangkutan harus kembali ke tempat asal perjalanan.
“Harap dicatat pula bahwa masyarakat yang mendapatkan izin untuk melakukan perjalanan pada periode ini wajib melakukan karantina mandiri selama 5×24 jam setibanya di tempat tujuan sebelum melakukan aktivitas,” kata Wiku.
Menurutnya, karantina dilakukan di fasilitas yang disediakan berupa fasilitas pemerintah daerah dan hotel yang dapat menerapkan protokol kesehatan dengan ketat menggunakan biaya mandiri.
Sedangkan, lanjut Wiku, unsur masyarakat di destinasi tujuan wajib mengoptimalisasi kinerja satgas daerah untuk 4 Fungsi Posko Desa/Kelurahan melalui kinerja khususnya yang berkaitan dengan ibadah dan tradisi selama Bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.
“Kembali saya tekankan bahwa pengalaman libur-libur panjang sebelumnya patut dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam membuat perencanaan termasuk kebijakan. Saat momen ini terjadi seringkali takterelakkan timbul kerumunan saat bepergian maupun di tempat tujuan bepergian,” katanya.
Masih menurut Profesor Wiku, pada prinsipnya peniadaan mudik adalah salah satu upaya untuk mencegah lonjakan kasus. Namun bukan satu-satunya yang diandalkan. Untuk bisa menjamin upaya antisipasi berjalan dengan baik, kegiatan masyarakat perlu dikendalikan secara holistik yaitu peran serta masyarakat untuk mengendalikan mobilitasnya, aparat penegak hukum yang profesional dalam bertugas menegakkan aturan di lapangan, serta penyelenggara sektor sosial dan ekonomi untuk wajib menjalankan protokol kesehatan dengan penuh disiplin.
Dia berharap masyarakat benar-benar memahami alasan peniadaan mudik serta teknik pelaksanaannya nanti. “Saya juga mengajak masyarakat untuk menaati aturan yang telah diterbitkan Pemerintah terkait mudik sebagai upaya melindungi diri dan orang terdekat dari penularan COVID-19. Kepatuhan kita terhadap kebijakan ini merupakan kontribusi nyata masyarakat dalam membantu upaya pemerintah untuk mengendalikan dan segera mengakhiri Pandemi COVID- 19 di Indonesia,” tutup Wiku.
(**)