Jombang | beritalima.com – Tanaman perkebunan tembakau di Indonesia berlimpah ruah namun tiap tiap daerah memiliki cita rasa yang berbeda karena tergantung unsur haranya yang bisa diseleksi oleh perusahaan rokok besar seperti Gudang Garam, Sampurna, dan Jarum serta perusahaan perusahaan besar dibawahnya.
Tanaman tembakau sendiri menjadi daya tarik bagi penikmat tembakau, jadi penikmat itu tidak saja pada kopi menjadi penikmat kopi tapi tembakau juga menjadi penikmat tembakau.
Penikmat tembakau bisa membedakan aroma jenis tembakau dengan indra penciumannya, tanpa mesin deteksi varietas tembakau bisa diketahui ini tembakau rejeb, ini tembakau jinten, ini tembakau vanila, dan pakpi.
Kandungan nikoten tembakau menjadi penghalang untuk masuk ke pabrik rokok karena pabrik rokok punya SOP untuk masuknya tembakau menjadi lintingan rokok.
Ironisnya sekian banyak petani menanam tembakau kendati perusahaan rokok membatasi kebutuhan tembakau tapi juga diserap oleh perusahaan perusahaan rokok lokal. Di Jombang lebih banyak menanam tembakau jenis rejeb, vanila, jinten, dan pakpi
Di Kabupaten Jombang juga banyak gudang tembakau sebelum dibawa ke pabrik. Dulu penjualan tembakau berdasarkan monopoli, sekarang dilakukan berdasarkan oligopoli dari beberapa perusahaan rokok ketika membuka gudang.
Kusno selaku pengepul besar tembakau di Jombang, tiap harinya bisa menjual tembakau rejeb ke gudang tembakau. Dia sebagai orang pertama membeli tembakau dari petani dengan harga Rp50.000 – 57.000
per kilo gramnya. Lalu dijual ke gedung dengan harga Rp60.000 per kilogramnya, ia membeli tembakau dari petani menghabiskan waktu sampai dengan tiga bulan.
Petani tembakau mendapat feedback dari hasil tembakau, bea cukai memberi kontribusi dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk infrastruktur dan bantuan alat mesin pertanian (alsintan).
Jurnalis : Dedy Mulyadi