SURABAYA, beritalima.com|
Pertandingan sepak bola Arema FC melawan Persebaya pada Sabtu (1/10/2022) siapa sangka berakhir ricuh hingga memakan ratusan korban. Peristiwa tersebut menarik perhatian tidak hanya di Indonesia tapi beberapa negara lainnya. Liga di luar negeri bahkan memberikan waktu mengheningkan cipta sebelum pertandingan dimulai untuk mendoakan para korban.
Dukungan dari suporter lain di luar negeri juga mengalir deras melalui tulisan-tulisan yang mereka tampilkan di atas tribun.
Afif Kurniawan MPsi Psikolog yang merupakan staf pelatih bidang pengembangan psikologi atlet Persebaya pada 2017 hingga 2020, sekaligus dosen di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga mengatakan bahwa peristiwa itu merupakan catatan hitam bagi sepak bola di Indonesia.
“Kejadian ini memberikan pukulan telak dan menjadi catatan hitam dalam industri olahraga tidak terkecuali bagi kita praktisi yang terlibat dalam industri olahraga itu sendiri,” kata Afif.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIF) dibuat untuk mengusut tuntas tragedi tersebut. Harapannya, tentu agar kejadian yang sama tidak terjadi di kemudian hari.
Menurut Afif, cara yang bisa dilakukan untuk mencegah kejadian berulang adalah mematuhi tata kelola penyelenggaraan pertandingan yang telah diatur oleh induk organisasi sepak bola dunia yaitu FIFA.
“Mari kita ikuti panduan yang sudah ditetapkan FIFA beserta dengan kesiapan setiap klub maupun daerah dalam menyiapkan infrastrukturnya,” ujarnya.
Sesuai Kapasitas dan Kebutuhan
Stadion yang digunakan untuk pertandingan harus sesuai dengan kebutuhan serta kapasitas yang diperlukan.
“Penyelenggara harus menyadari bahwa stadion itu memiliki persyaratan yang sesuai dengan standarnya FIFA atau tidak. Jika tidak bagaimana adaptasi dan penyesuaiannya,” terangnya.
“Misal jumlah penonton yang hadir harus berapa, tidak hanya dilihat dari sisi bisnis tapi rencana evakuasi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti kericuhan atau bencana alam seperti apa. Pencegahan terjadinya penumpukan massa pada satu titik akan membantu menekan risiko yang bisa terjadi,” imbuh Afif.
Peningkatan Literasi
Peningkatan literasi turut menjadi solusi yang disoroti oleh Afif. Peningkatan literasi tidak hanya diberikan kepada suporter tapi secara menyeluruh baik penyelenggara, pengamanan, dan seluruh bagian yang memiliki peran.
“Di sisi pengelola bisnis olahraga, literasi tentang standar keselamatan penonton harus ditingkatkan. Apakah sudah disiapkan untuk rencana evakuasinya,” tuturnya.
Peningkatan literasi bagi suporter dapat berupa aturan tentang batasan usia yang dapat masuk tribun hingga barang bawaan apa saja yang boleh dibawa masuk.
“Kalau bisa suporter ini tidak hanya ditingkatkan literasinya dan diberi edukasi saja. Kalau bisa diadakan juga simulasi jika terjadi kekacauan atau bencana alam di dalam stadion,” paparnya.
Afif menjelaskan bahwa peristiwa itu menjadi titik balik untuk segala pihak yang terkait dalam industri olahraga utamanya sepak bola untuk berbenah diri agar menjadi lebih baik lagi.
“Saya pikir ini adalah waktu yang tepat untuk seluruh stakeholder untuk membuat satu panduan yang jelas untuk diterapkan sehingga nanti edukasi bisa mengikuti,” jelasnya.
Diharapkan ketika peningkatan literasi telah berjalan dengan baik pada semua pihak terkait, tragedi di Kanjuruhan tidak akan terulang kembali.
“Suporter, penyelenggara, panitia, dan sumber daya lainnya harus ditingkatkan. Kemampuan literasi, wawasan terkait akan aturan yang berlaku dan sebagainya. Teriring doa semoga ini menjadi kejadian terakhir dan tidak ada lagi duka di sepak bola Indonesia,” pungkas Afif. (Yul)