Penundaan Pensiun Hakim, Mungkinkah?

  • Whatsapp

Oleh: H, Asmu’i Syarkowi
(Hakim Tinggi PTA Banjarmasin)

Di tengah kegalauan sebagian masyarakat akibat menjelang akhir masa jabatan presiden, sebenarnya ada kegalauan peradilan yang cukup lama dirasakan. Kondisi dunia peradilan, khsusnya Peradilan Agama (PA), kini sangat memprihatinkan. Bukan disebabkan karena infrastruktur atau kinerjanya melainkan karena SDM yang ‘sangat’ kurang. Berdasarkan data Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, saat ini di dalam lingkungan PA terdapat 359 pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan agama terdiri dari 55 PA Kelas IA, 101 PA Kelas IB dan 203 PA Kelas II. PA adalah versi singkat dari pengadilan agama/mahkamah syar’iyah. Berdasarkan perhitungan beban kerja yang dilakukan DitbinGanis, idealnya di setiap PA kelas IA terdapat 25 hakim, di PA Kelas IB terdapat 15 hakim dan di PA Kelas II terdapat 13 hakim. Dengan demikian, jumlah yang standar ialah 1400 hakim untuk 56 PA Kelas IA, 1500 hakim untuk 100 PA Kelas IB dan 2639 untuk 203 PA Kelas II. Faktanya, saat ini hanya ada 845 hakim di 56 PA Kelas IA, yang berarti kurang 555 hakim. Di 100 PA Kelas IB, hanya ada 873 hakim, sehingga kurang 627 hakim. Di PA Kelas II, cuma terdapat 1414 hakim, sehingga kurang 1225 hakim.

Kekurangan hakim tersebut disebabkan oleh kebijakan pengangkatan hakim yang tergantung oleh kuota yang diberikan pemerintah. Padahal, kuota tersebut bagi internal MA masih harus dibagi untuk tenaga non hakim. Ibarat sebuah rumah besar, Mahkamah Agung hanyalah sebuah kamar. Kamar lain, dalam hal ini kementrian atau lembaga lain, juga memerlukan pengangkatan pegawai baru. Pada hal, untuk mengangkatan pegawai baru sangat tergantung dengan kekuatan anggaran negara yang tersedia. Dalam situasi demikian Mahkamah Agung tentu tidak berdaya ketika lembaga yang berkompeten menentuakn sepihak jumlah kuota pegawai baru. Pada saat yang sama, secara pelan pasti secara internal SDM yang ada terus mengalami penyusutan akibat harus memasuki masa pensiun.

Kekurangan yang saat ini paling memperihatinkan adalah ketika melihat realitas jumlah hakim di tingkat pertama. Hampir di semua PA, kini mengeluhkan kurangnya tenaga hakim. Banyak PA harus menghadapi kenyataan ketidakseimbangan antara jumlah hakim dengan volume perkara, khusunya PA kelas I A dan I B. Pada hal, seriring dengan perkembangan zaman di samping peningkatan jumlah perkara juga terjadi peningkatan kualitas dan kompleksitasnya. Ironisnya, pada saat yang sama, saat ini hakim tidak hanya memutus dan menyelesaikan perkara. Banyak kegiatan non teknis peradila akibat tuntutan birokrasi, kini sering harus melibatkan hakim. Dengan kata lain, tugas hakim selain di bidang menangani dan menyelesaikan perkara juga harus menerima beban tambahan melaksanakan tugas-tugas non peradilan. Pada saat demikian, konsentrasi hakim yang sedikit itu pun harus terbagi, akibat harus ikut memikul beban tugas di luar tugas pokoknya. Kini sangat lazim hakim harus berkecimpung di luar habitatnya. Padahal, dengan kecanggihan sistem yang ada, akibat kemajuan teknologi informasi, kini pengawasan kinerja hakim oleh lembaga yang berwenang dan masyarakat semakin mudah dilakukan. Hakim yang tidak beres dalam bekerja sangat mudah diketahui dibanding dengan hakim era dulu. Padahal, ketidakberaesan kinerja itu sebagiannya juga diakibatkan oleh manajemen kantor setempat yang antara lain karena pelibatan hakim pada tugas-tugas non perkara yang sering menyita waktu tersendiri.

Pemirikiran demikian tentu dikemukakan bukan untuk mengecilkan arti pejabat peradilan non hakim. Akan tetapi, dalam suatu peradilan hakim memang menjadi figur sentral. Dialah yang menjadi simbol mengapa suatu peradilan ada. Bahkan, secara ekstrim dapat dikatakan, dalam suatu peradilan boleh tidak ada yang lain, tetapi jangan sampai tidak ada hakim. Karena, apa artinya sebuah peradilan berdiri kalau tidak ada hakim. Dialah yang berkompeten memutus dan menyelesaikan perkara yang masuk di peradilan.
Kondisi kekurangan hakim itu, kini masuh harus diperparah oleh sistem pengangkatan hakim yang terkesan tidak “cepat saji”. Sebagaimana diketahui mekanisme pengangkatan hakim di lingkungan Mahkamah Agung merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Mahkamakih Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim, yaitu bahwa penerimaan Calon Hakim melalui jalur penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dalam Jabatan Analis Perkara Peradilan (APP). Setelah tahap ini, selanjutnya akan dialokasikan menjadi Calon Hakim.

Dari aturan tersebut jelas doperoleh gambaran, bahwa untuk menjadi hakim di samping berliku juga memerlukan waktu yang lama. Yaitu, harus melalui CPNS lalu menjadi PNS. Setelah itu baru boleh mendaftar lagi sebagai Hakim. Tidak sampai di sini, setelah dinyatakan lulus, seorang calon hakim harus mengikuti pendidikan yang relatif lama dan juga berliku.

Di saat semakin sulitnya segera nendapatkan hakim bertugas sebenarnya ada celah yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laju berkurangnya jumlah hakim. Yaitu, dengan mengubah pola rekrutmen hakim tinggi. Untuk menjadi hakim tinggi jangan menggunakan usia maksimal, seperti tidak boleh melebihi usia 60 tahun seperti selama ini. Akibat kebijakan usia tersebut, kini banyak hakim senior tidak dapat menjadi hakim tinggi meskipun masih sangat potensial. Dengan kata lain, meskipun potensial karena telah melebihi ambang batas usia maksimal untuk mnenjadi hakim tinggi harus mengalami pensiun lebih cepat. Padahal, kalau menjadi Hakim Tinggi usia pensiun yang semula 65 kerena menjadi Hakim di tingkat pertama, bisa secara otomatis pensiun di usia 67 tahun karena menjadi Hakim Tinggi. Sambil menunggu proses pengangkatan hakim baru, dengan cara ini, secara alami tentu dapat menghambat laju berkurangnya hakim. Pemikiran demikian, muncul karena berdasarkan data, pengadilan tingkat bandingpun saat ini juga banyak yang mengalami kekurangan hakim tinggi. Atau, kalau tidak mungkin, mungkinkah ada perpanjangan masa tugas atau penundaan pensiun karena kebutuhan mendesak.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait