Penyuluh Pertanian dan Pengamat Hama Penyakit Sedaratan Timor Ikut Sekolah Lapang Iklim

  • Whatsapp

KUPANG, beritalima.com – Sebanyak 25 peserta dari Penyuluh Pertanian dan Pengamat Hama Penyakit dari tingkat provinsi dan kabupaten/kota sedaratan Timor, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengikuti kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) di Ima Hotel Kupang.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang, Nusa Tenggara Timur tersebut, berlangung 26 hingga 28 Februari 2019 .

Para peserta yang mengikuti SLI tersebut terdiri dari, yaitu peserta tingkat provinsi, Kota Kupang 12 orang, kabupaten Kupang lima orang, Timor Tengah Selatan (TTS) dua orang, Timor Tengah Utara (TTU) dua orang, Belu dua orang, dan kabupaten Malaka dua orang.

Kepala Dinas Pertanian Kota Kupang, Obet Kadji ketika membuka kegiatan SLI, mengapresiasi kepada BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang yang sudah melaksanakan kegiatan tersebut.

“ Semoga kegiatan ini memberikan dampak positif untuk membantu para petani meningkatkan produktivitas. SLI merupakan satu upaya BMKG dalam meningkatkan literasi iklim dan desiminasi informasi iklim untuk pertanian sesuai Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2011, yaitu pengamanan produksi beras nasional dalam menghadapi kondisi iklim yang ekstrim. SLI juga sejalan dengan program Nawakita Pemerintah yaitu program Nawakita ke-7 untuk mewujudkan kemandirian ekonomi,” kata Obet Kadji menambahkan.

Deputi Klimatologi BMKG dalam sambutan tertulisnya yang disampaikan Kepala Sub Bidang Informasi Iklim Lingkungan BMKG, Muhammad Agung Fauzi mengatakan, pelaksanaan SLI dalam rangka mendukung program pemerintah untuk ketahanan pangan dan kemandirian ekonomi.

Dikatakannya, kejadian iklim ekstrim yang sering terjadi pada beberapa dekade terakhir ini menimbulkan banyak kerugian, salah satunya di sektor pertanian. Dimana penurunan produksi akibat kemarau panjang, dan hujan terus menerus serta bekembangnya hama penyakit yang disebabkan karena pola tanam yang tidak baik merupakan permasalahan – permasalahan yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional.

Kondisi tersebut menjadi isu sentra tidak hanya dialami petani desa, namun juga isu bagi masyarakat dunia, dimana dalam menghadapi ancaman pemanasan global dan perubahan iklim.

“ Penyimpangan Iklim atau pun Anomali iklim yang mungkin berulang terjadi di tahun dan musim – musim mendatang itu menuntut kesiapsiagaan kita baik di BMKG yang dengan informasi peringatan iklim ekstrim juga menuntut kesiapsiagaan para penyuluh pertanian yang langsung bersentuhan dengan masyarakat petani,” ujarnya.

Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang, Apolinaris Geru mengatakan, kegiatan SLI dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tingkat provinsi yang pesertanya adalah para pengambil kebijakan, tahap dua penyuluh pertanian dan pengamat hama penyakit, dan SLI tiga langsung di lapangan.

Hekekatnya kegiatan SLI ini, kata Apolinaris, merupakan suatu kegiatan untuk mendukung ketahanan pangan di Indonesia khususnya di NTT. “ Kita ketahui bersama bahwa saat ini dengan perubahan iklim yang terjadi sangat mempengaruhi di sektor pertanian. Untuk itu, BMKG sebagai lembaga yang dipercaya yang merupakan perpenjangan tangan dari pemerintah untuk memberikan informasi kepada masyarakat, termasuk juga masyarakat di sektor pertanian,” katanya.

Menurutnya, Informasi BMKG ini masih menganut istilah yang teknis yang sulit dipahami masyarakat, baik para penyuluh pertanian maupun para petani. Melalui kegiatan ini mereka berusaha menjelaskan informasi – informasi itu kemudian lebih secara rinci sehingga para penyuluh dapat memahami dengan baik, sehingga diharapkan setelah mengikuti kegiatan ini para penyuluh tersebut bisa menginformasikan bahasa yang lebih sederhana kepada petani sehingga muda dipahami.

“ Kepada para peserta, kami berharap dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik, kemudian setelah kembali dari sini pemahaman ilmu yang didapat bisa diaplikasikan, terutama mereka juga akan menjadi corong informasi iklim di masyarakat termasuk informasi yang dikeluarkan oleh BMKG mereka bisa lebih menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh petani sehingga hasil produksi pertanian bisa meningkat,” ucap Apolinaris. (L. Ng. Mbuhang)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *