Peran agama dan pancasila di dalam mengatasi, eksistensi korupsi di Indonesia

  • Whatsapp

Penulis : Danang Kurniawan
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

“Di Indonesia, persoalan korupsi nyaris menjadi masalah hal biasa, korupsi di Indonesia telah menjadi persoalan structural, cultural dan persoalan personal. Persoalan structural karena sudah melekat dalam roda roda pemerintahan di sistemnya, termasuk partai politik, militer, penegak  hukum, dan sebagainya hingga pusat sampai daerah. Sementara itu, persoalan cultural karena ada kelaziman yang terima sehingga menjadi kebiasaan dalam masyarakat di berbagai lingkungan social serta sifat korupsi yang telah menyatu di dalam kepribadian masyarakat Indonesia” (Dr. Bambang Widjoyanto “Korupsi itu kafir”)

Korupsi sudah menjadi masalah wajib bagi Negara Indonesia, sehingga diharapkanlah  semua pemangku kepentingan stakeholders mampu memberikan pengaruh yang meninggalkan cirikhas koruopsi di setiap kegiatanya, mereka adalah cerminan sebuah negara dan mereka juga  panutan masyarakat, jika para pemangku kebijakan mencerminkan perilaku korupsi, ada kemungkinan besar pula masyarakat dibawahnya akan mengamini perilaku korupsi tersebut sebagai perilaku umum di masyarakat, peran masyarakat sebagai civil society, sudah saatnya di gerilyakan lagi mengingat pelaku korupsi sudah terlalu nyaman dengan kehidupan yang  kejam, rakus, seperti hewan, tidak bisa  jika masyarakat hanya mengandalkan peran DPR yang dirasa belum mampu ikut senada memberantas korupsi, masyarakat seperti tidak memiliki wakil di lembaga perwakilan, jika melihat perilaku keji wakil dari rakyat tersebut, malah masuk di dalam lingkaran lembah hitam korupsi, dimana seharusnya menjadi garda terdepan mengawal dan mengamankan uang masyrakat, malah menjadi otak dan inisiator tindakan korupsi tersebut.

Ironinya penegak hukum juga pula ikut dalam praktik tindakan korupsi, padahal yang seharusnya menegakaan hukum malah menjadi sahabat pelaku korupsi koruptor, dan tidak jarang bahkan sebagai perlindungan koruptor melaui kewenangan mereka dengan cara apapun membebasakan koruptur, dengan banyaknya berbagai berita di media cetak maupun media online yang mengekspos perihal kasus korupsi, korupsi dari tingkat nasional dan daerah menambah prestasi buruk dalam penyelenggaraan bernegara kita ini, yang menyita banyak  perhatian publik serius yaitu Korupsi E-KTP yang menenggelamkan uang rakyat senilai lebih dari 2 triliyun, dimana ironisnya diprakasai oleh orang pejabat publik dari kalangan perwakilan rakyat itu sendiri, dibuktikan dengan status tersangka atau tahanan yang banyak disandang dari lembaga tersebut. Di Indonesia dalam menjawab tantangan korupsi sebetulnya secara hukum, pemerintah telah menengaskan pemberantasan korupsi, melalui Undang Undang yang dibuat oleh lembaga legeslasi DPR, dimana telah  melahirkan Lembaga independen seperti KPK, tidak itu saja sampai dengan Presiden membuat regulasi dengan Cyber Pungli pada periode Jokowi untuk mengatasi masalah korupsi. Akan tetapi regulasi itu tidak diiringi dengan kabar berita baik bagi bersihnya KKN di Indonesia. KPK dan lembaga lainya yang bergelut pada pemberantasan korupsi tidak dapat dijadikan sebagai layaknya Nabi yang mampu membawa perubahan dalam kasus korupsi, jika dititikberatkan pada lembaga tersebut saja maka yang terjadi hanyalah pengulangan kabar kabar korupsi yang tidak ada hentinya lagi, karena hukum sudah tidak dapat dijadikan formulasi dalam penangan kasus korupsi ini.

Banyak kalangan sudah mendiskusikan hingga tidak jarang berdebat bagaimana cara yang tepat dilakukan untuk mengurangi praktik korupsi KKN tersebut di indonesia,  tidak jarang segelintir masyarakat sudah apatis dengan kasus ini karena bagi mereka korupsi terlalu membudaya, akan tetapi setiap masalah pasti ada solusi, dan jangan sampai para pemangku kepentingan juga berpatah semangat dan sehingga kehilangan inovasi dalam memberantas kasus ini, jika kita mengikuti dialegtika  anggota DPR RI Fahri hamzah yang di indikasikan sebagai sesorang yang melemahkan KPK melalui argumentasi kritikan langsung maupun tidak langsung, mengenai  langkah KPK yang dirasa kurang responsif menangni kasusu korupsi, menurut saya itu tidak semuanya buruk dilakukan oleh beliau, jika kita menyikapi secara positiv hal tersebut bukan bentuk pelemahan intitusi KPK, lebih tepatnya malah itu adalah kritik eksternal yang mampu membangun KPK sebagai institusi pmberantasan korupsi, jika dilihat dalam argumennya yakni dalam beliau lebih membandingkan pemberantasan yang dilakukan oleh capaian pemerintah Hongkong yang dinilai efektif, dan mampu membuat hongkong masuk pada daftar Internasional sebagai negara terbesih dari KKN diatas China.

Akan tetapi tidak serta merta negara kita mengadopsi  strategi yang dilakukan negara lain, dalam mengatasi kasus yang sama salah satunya korupsi  yang ada di Negara kita, karena jelas memiliki sebuah tatanan sosial yang berbeda yang menjadikan velue di masyarakat sehingga solusi yang dilakukan juga beragam. Jika saya melihat kasus korupsi ini adalah masalah bersama yakni bukan masalah negara saja melainkan masyarakat juga terlibat, sehigngga wajar banyak orang menyimpulkan bahwa korupsi sebagai budaya, saya memiliki komitmen korupsi ini akan luntur secara berangsur jika memiliki lingkungan yang mendukung atas pemberangtasan korupsi, dengan kata lain yakni di berantas melalui budaya juga, melalui budaya yang dapat menciptakan lingkungan yang baik bebas dari korupsi KKN.

Sejatinya indonesia memiliki lingkungan yang baik, jika dilihat dari sosiologis masyarakat Indonesia adalah masayrakat yang memiliki banyak nilai-nilai sosial yang ada di dalam masyarakat salah satunya saling gotong royong yang mengedepankan jiwa kebersamaan dan beradab secara kehidupan sosial, dengan ditambah lagi dengan konstitusi yang mengharuskan warganya mengakui keberadaan Tuhan, tentunhya secara kwalitas individu perilaku mereka memiliki nilai tambah yang baik. Seharusnya  individu ini dapat menjadi bekal sebelum masuk pada lingkungan sosial, yang pada akhirnya nanti individu tersebut mampu menciptakan karakter individu lainya yang pada akhirnya tatanan lingkungan sosial yang baik akan tercipta yang di lakukan dalam bentuk perilaku. Akan tetapi pada kenyataanya tidak melahirkan individu yang baik yang dimana dapat dilihat dari tindakan korupsi tersebut di jajaran pemerintahan maupun sosial. Mungkin lingkungan yang sekarang tidak memiliki budaya baik tersebut sehingga lingkungan korupsi yang mendominasi lingkungan di Indonesia, dan  bahkan lingkungan masyarakat kita yang mendorong kegiatan korupsi itu subur.

Budaya baik tersebut dapat dibentuk dengan melalui norma-norma masyarakat yang sudah menjadi ciri khas sejak dulu secara langsung terbentuk di lingkungan sosial masyarakat, dengan mengembalikan serta menghidupkan kembali norma tersebut di tengah tengah kehidupan bermasyarakat, diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang baik pula, yang dimana norma tersebut telah tidak dikedepankan di sistem di tataran lingkungan sosial masyarakat. Jika kita melihat sejarah kebelakanng tentang pendidikan yakni masa pasca kemerdekaan, Ir soekarno menentukan arah dan tujuan pendidikan ditekankan pada nilai nilai kebangsaan serta yakni melalui norma yang bersumber dari agama dan norma sosial dimasyarakat local wisdom atau etika yang baik di masyarakat, hari ini nilai-nilai itu sudah luntur dimasyarakat bahkan hampir tidak di temui di masyarakat kota yang mengedepankan kepentingan pribadi karena atas faktor perpindahan budaya yang buruk di lingkungan masayarakat westernisasi.

Norma layaknya sudah menjadi pedoman atau panutan manusia didalam menjalankan suatu perilaku di kehidupanya, seminim minim iman mereka paling tidak memilik nilai agama dan sopan santun yang baik, yang paling umum norma adalah agama yakni sumber pedoman umat yang memeluk agama di dunia ini, semua agaman mengajarkan nilai-nilai yang baik, salah satunya agama islam mengajarkan dalam perilaku orang tentunya didasarkan pada hati nurani qolbu  jika qolbu yang baik berarti manusia telah menjalankan apa yang telah menjadi pedomannya yang telah di berikan kepada allah.

Agama islam yang mayoritas menjadi agama di Indonesia sebagai agama sempurna seharusnya dapat menciptakan individu yang berkwalitas secara perilaku, islam tidak hanya mengatur hubungan antara maklhuk dengan sang khalik, tetapi juga mengatur hubungan antara sesama manusia, bahkan manusia di dalam bernegara dan manusia dengan alam. Dalam beberapa hal, kuwalitas hubungan manusia dengan manusia merupakan refleksi antar manusia dengan Tuhanya. Adapun prinsip prinsip islam yang harus dijaga dan di jalankan semestinya agar terciptanya masyarakat yang harmonis dan beradab meliputi; amanat (amanah), keadilan, dan amar ma’ruf nahimunkar. Amanat merupakan suatu tanggung jawab yang wajib dijaga dan dilaksanakan dengan sebaik baiknya, termasuk yang bersifat fisik, seperti harta dan jabatan. Dengan demikian, orang yang diberi amanat harta dan jabatan tidak menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan keluarga dan pribadinya, oleh karena itu di dalam islam juga sudah di sampaikan pada ayat yang terkandung pada al Qur’an.

Salah seorang dari kedua putri Ya’kub berkata; Wahai Ayah-ku, pekerjakanlah ia (Musa a.s), karena sesungguhnya orang yang paling layak diberi pekerjaan adalah orang kuat (profesionalisme) dan dapat di percaya (al-ain). (Qs AL-Qashshash <28> ; 26)
Ayat diatas dengan tegas menjelskan bahwa pentingnya asas profesionalisme dan intergrits yang luhur, dan jika didalam menentukan pengangkatan pegawai atau pejabat itu dihilangkan, Rasullallah sudah megingatkan akibat uruk yang menimpa : “Jika suatu perkara (amanat/pekerjaan) diserahkan kepada orang yang tidak professional, maka tunggulah saat kehancuran. (HR. Bukhari, No. 6015)”. Serta di dalam ajaranya agama islam memberikan ajaran bahwasanya kita semua adalah pemimpin, dan telah diajarkan beberapa prinsip yang penting terhadap memimpin yaitu 1.) Amanat hamba kepada Allah, 2.) Amanat hamba kepada sesame, 3.) Amanat hamba kepada dirinya sendiri.

Berdasarkan QS al-Mu’minun
Melihat ajaran agama yang sangat bertolak belakang dengan budaya korupsi, seharusnya mampu menjadi benteng individu yang di tunjukan  melalui perilaku baik. Menurut saya inilah nilai norma secara agama sudah tidak ada lagi ada di individu dan di lingkungan sosial masayarakat, dimana budaya baik tercipta melalui perilaku yang baik ini sudah jarang ditemui di negara kita yang di dapat dari norma bersumber pada agama. Seharusnya norma ini digali secara nilai yang diajarkan dalam merubah lingkungan budaya yang korup di lingkungan masyarakat dan negara.
Hal ini didukung pula dengan kondisi di masyarakat saat ini, bahwa pendidikan secara agama telah di kesampingan oleh masyarakat, jika melihat secara seksama banyaknya orang tua yang menyekolahkan anaknya di pendidikan yang mengedepankan kemampuan eksak daripada sekolah yang lebih mengedepankan sektor agama, pendapat ini bukan sejatinya pendidikan formal eksak sebagai pengerusak moral terhadap individu, hanya saja tujuan dan output yang dilihat dari pendidikan eksak itu mengedepankan kwalitas pribadi, yang minim akan nilai nilai luhur norma, jikapun ada pelajaran yang menciptakan kepribadian individu itu hanyalah pelengkap dalam menghadapi intevensi dari kalangan kelompok, ditambah juga pengaruh globalisasi yang membuat kekhawatiran para orang tua, dimana membekali anaknya secara penuh kemampuan eksak mampu memberikan kesuksesan terhadap anak, jika dilihat kesempatan kerja yang minim ini, sehinhgga secara mentalitas individu dalam hal moral atau akhlak mendapat dampak buruk bagi anak secara tidak langsung, anak di berikan bimbingan tidak hanya di sekolah, bahkan setelah sampai sekolah ia diberikan bimbel dengan memasukan di lembaga yang khusus, bahkan sampai tidak ada waktu untuk mengedepankan pendidikan agama, dimana pelaksanaan kewajiban sholat lima waktu salah satunya dirasa cukup bahkan lebih dari cukup, jika ini yang terjadi dimasyarakat yang pendidikan eksak di kedepankan tanpa diimbangi pendidikan agama, maka akan menciptkan egoisme diri sendiri ketika masuk pada lingkungan masyarakat dan secara tidak langsung mendukung budaya korup tersebut.
Jalur keagamaan salah satu cara yang dapat diharapkan bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri ini, yakni melalui penyadaraan mentalitas keagamaanya. Harapan masyarakat akan pemberantasan korupsi melalui jalur keagamaan ini dapat dipahami, mengingat para pelaku korupsi adalah sejatinya orang orang beragama, akan tetapi tidak mencerminkan perilaku keberagamaan orang tersebut. Untuk itu, strategi yang dapat dilakukan melalui jalur ini legitimilasi lewat tokoh agama, dan lebih memperdalam kajian agama terhadap penyadaran personal maupun lingkungan, yang secara langsung penguatan budaya baik akan memerangi budaya korupsi itu sendiri, sejatinya fenomena korupsi perihal siapa yang kuat akan mengalahkan yang lemah, disini peran agama seharusnya diperkuat lagi.

Para pendiri bangsa Indonesia berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan sejumlah konsepsi kebangsaan dan kenegaraan, dengan melalui penciptaan dasar Negara, konstitusi Negara, dimana konstitusi tersebut mengandung wawasan kebangsaan yang di rasa sudah sesuai dengan karakter keindonesiaan, suatu Negara perlu adanya suatu konsepsi untuk mencita citakan Negara nya tersebut  dan disebut konsepsi oleh Ir Soekarno itu Pancasila.“Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan konsepsi dan cita cita, jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi itu menjadi kabur dan usang, maka negara tersebut di dalam bahaya,”(Soekarno, 1989).

Konsepsi bangsa Indonesia secara implisit memiliki nilai  semangat gotong royong nilai kebersamaan dan masih banyak juga norma yang baik terdapat di masyarakat, yang akhirnya berbuah konsepsi tentang dasar Negara yang dirumuskan dengan lima prinsip utama pancasila, sebagai basis moralitas dan halauan kebangsaan kenegaraan, pancasila memiliki landasan ontologism,epistomologis, dan aksiologis yang kuat. Setiap sila memiliki historitas, rasionalitas, dan aktualisasinya jika di pahami dan di hayati dipercaya dan di amalkan secara konsisten dapat menopang pencapaian agung peradaban bangsa. Poin poin dalam pansila di lihat dalam sudut yang lebih dalam lagi yakni melalui sila sila yang ada pada tubuh pancasila. Ketuhanan yang maha esa siapapun yang berkewarganegaraan Indonesia wajib memiliki tuhan dan rasa intoleran. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab dengan menjadikan prinsip internasionalisme manusia akan dimanusiakan  3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indnesia.

Kelima sila tersebut seharusnya di implementasikan dalam kehidupan sosial di masyarakat secara luas, sehingga dapat membentuk sikap perilaku yang mencerminkan local wisdom yang mampu memerangi budaya buruk korupsi, pancasila secara tegas merupakan falsafah dan ideologi dasar Negara  dalam kehidupan berbangsa, tentunya ideologi ini harus di terapkan dalam pemahaman di masyatrakat yaitu pancasila sebagai pedoman pilar kebangsan. Pancasila sebagai ideologi harus menjiwai dan menginsipirasi seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Nilai nilai pancasila baik segi penjabaran sebagai ideologi dasar Negara, dan secara tegas dan serius di masukan dalam konstitusi menunjukan pancasila bahwa merupakan konsensus nasional, dan dapat di terima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia, sehingga pancasila terbukti mampu memberikan kekuatan kepada bangsa Indonesia untuk menciptkan lingkungan yang baik.

MPR sebagai lembaga negara seharusnya  juga meningkatkan peran dan tanggung jawab dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, mengembangkan mekanisme cheks and belances dalam bernegara, jika perilaku pemangku kepentingan jauh dari pelaksanaan tujuan negara itu sendiri Pancasila, dapat dilihat banyaknya produk hukum yang dirasa belum mengedepankan prinsip keadilan sosial atau kebersamaan, hanya mengedepankan dan menguntungkan segelitir orang atau kelompok, jelas itu bertentangan dengan nilai nilai pancasila, dari Pancasila lah sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas negara yadan perilaku itu dicerminkan melalui nilai nilai Pancasila itu sendiri. Para pendiri bangsa sudah banyak mewariskan kepada kita suatu dasar falsafah dan pandangan hidup bernegara, dimana formulasi  Undang undang dasar yang begitu visioner dan tahan banting atau bahkan mampu membentuk karakter individu dan bahkan pemimpin negara, akan tetapi warisan itu tidak di kembangkan bahkan dilemahkan oleh penerus bangsa ini, tentunya itu yang menjadi masalah yang dimana melahirkan perilaku korupsi tetrsebut.

Sejatinya Agama dan Pancasila merupakan memiliki peran yang sangat besar bagi pemberantasan korupsi di Indonesia dewasa ini, karena jika agama, dan pancasila dijadikan sebagai cerminan perilaku individu dan masyarakat maka akan menciptakan budaya pada lingkungan soosial yang baik pula. Tidak mudah meletakan kedua unsur tersebut di tengah masyarakat dan lingkungan negara, hanya saja diperlukan keseriusan dan niatan yang sama dari semua elemen, pada dasarnya ini agama dan pancasila adalah bukan hal yang baru di lingkungan masyarakat, hanya saja belum digunakan  sebagai senjata dalam melemahkan budaya korupsi, saya yakin  jika lingkungan dan  budaya tercipta dengan baik melalui kedua unsur sentral tersebut, maka korupsi akan tidak mendpatakan ruang di Indonesia sebab banyaknya individu yang menolak keras praktik tersebut. Sehingga pada akhirnya eksistensi agama dan pancasila mampu mengalahkan eksistensi korupsi di negara kita, jangan mau korupsi sebagai budaya karena jelas korupsi bukan cerminan bangsa indonesia.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *