Penulis : Arlan Riza Komuna
Mahasiswa S2 Pendidikan IPS PPs-UNM
Pemilihan umum tahun 2019 akan dilaksanakan untuk pertama kalinya secara serentak yang nantinya dalam tempat pemungutan suara pemilih akan diberikan 5 lembar kertas suara untuk dicoblos masing-masing sekali.
Kertas suara warna hijau untuk memilih DPRD kab/kota, kertas suara warna biru untuk memilih DPRD provinsi, kertas suara warna kuning untuk memilih DPR-RI,
Kertas suara warna merah untuk memilih DPD-RI dan kertas suara warna abu-abu untuk memilih presiden dan wakil presiden.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal I ayat (2) menyatakan bahwa: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Kemudian di implementasikan sebagai dasar hukum penyelenggaraan pemilu secara serentak ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang berasal dari penggabungan tiga undang-undang pemilihan umum yakni;
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilihan umum sendiri adalah sebagai sarana kedaulatan rakyat yang sejalan dengan pembangunan demokrasi berdasarkan prinsip jujur, terbuka dan dialogis diatur dalam PKPU Nomor 28 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum.
Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum dan PKPU Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
Pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD diselenggarakan untuk mewujudkan wakil rakyat yang berkualitas.
Dapat dipercaya dan dapat menjalankan fungsi kelembagaan legislatif secara optimal dengan menjamin prinsip keterwakilan, dimana setiap warga negara Indonesia dijamin memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan.
Menyuarakan aspirasi rakyat di setiap tingkatan pemerintahan mulai dari pusat hingga ke daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Memasuki masa tahapan kampanye yang berlangsung selama 203 hari, calon legislatif yang diisi dengan 30% kuota perempuan harus memposisikan diri sebagai agen perubahan dengan berpikir secara _out of the box.
Dalam penyampaian materi visi dan misi ke depan agar dapat merangsang ketertarikan pemilih terhadap politik dan mengantisipasi dampak penurunan partisipasi pemilih dalam kontestasi demokrasi.
Secara demografi jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas berusia produktif dan merupakan _leader of tomorrow_ jangan hanya dilihat sebagai objek yang memiliki hak pilih.
Hal ini dapat menghasilkan paradoks negatif terhadap proses demokrasi. Masyarakat justru harus dinilai sebagai pelaku aktif terhadap perubahan dalam menentukan masa depan bagi diri mereka sendiri begitupun dengan sekitarnya.
Pola kampanye pemilihan umum yang konservatif harus dapat ditinggalkan sebagai wujud kontribusi terhadap penguatan pengetahuan politik.
Dengan tujuan mencerdaskan pemilih untuk pemilihan umum berkeadilan ditengah liberalisasi dan demokratisasi yang berlandaskan rasa persaudaraan dan perdamaian sehingga dapat mencegah politik menghalalkan segala cara (_Machiavelistik_).
Oleh sebab itu, pemahaman dan pembelajaran politik yang baik serta berkelanjutan ditengah kemajuan teknologi informasi merupakan elemen utama yang diharapkan agar masyarakat lebih dapat memahami hak, kewajiban dan juga tanggung jawabnya.
Sehingga tidak menjalani pemilihan umum sebagai ceremonial belaka akan tetapi menjadi solusi dalam setiap permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara.