Perang Khandaq dan (Refleksi) Puasa Kita

  • Whatsapp

Oleh: H.Asmu’i Syarkowi
(Hakim PTA Banjarmasin)

Salah satu peperangan yang unik yang dialami oleh rasulullah SAW dan kaum muslimin adalah perang khandaq. Di sebut unik karena dalam peperangan ini, sebagai pertahanan, kaum muslimin menggali parit sepanjang hampir enam kilometer. Yang demikian, merupakan hal yang tidak lazim dan bagi musuh merupakan siasat di luar kebiasaan. Parit dengan kedalaman 3 meter dan lebar 5 meter ini dibuat atas ide cemerlang sahabat Salman. Perang yang berlangsung selama 27 hari antara kaum mulimin melawan kaum musyrikin—yaitu, gabungan dari berbagai kelompok suku—itu, akhirnya dimenangkan kaum muslimin.

Yang menarik dalam perang khandaq ini adalah justru yang terjadi sebelum peperangan dimulai. Yaitu, semangat heroik ketika menggali parit (khandaq). Rasulullah SAW ternyata tidak hanya memberikan komando malainkan terjun langsung berbaur dengan para sahabat ikut menggali parit. Dalam shahih Bukhari disebutkan, dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata: “Kami bersama Rasulullah SAW dalam parit sementara orang-orang lain juga sedang giat menggalinya.” Diriwayatkan dari Al Barra’ bin Azib, sebagaimana ditulis dalam Sirah Nabawiyah (Al-Rahiq al-Makhtum), dia berkata “Kulihat beliau (juga) mengangkuti tanah galian parit, hingga banyak debu yang menempel di kulit perut beliau yang banyak bulunya.” Para sahabat pun banyak yang mendengar doa-doa khusus yang keluar dari lisan mulia Baginda Nabi. Do aitu selain mohon pertolongan Allah juga memberikan motivasi kepada kaum muslimin. Motivasi khusus ini perlu dipompakan tentu bukan tanpa alasan. Keletihan dan kondisi ekonomi yang sulit saat harus bekerja siang malam tentu harus sering melewati rasa lapar yang tidak terperikan. Mengenai hal ini Abu Thalhah pernah berkata “Aku adukan rasa lapar kepada Rasulullah SAW. Lalu kami mengganjal perut dengan batu. (Ternyata) beliau (telah lebih dulu) mengganjal perutnya dengan dua buah batu.”

Terlepas dari berbagai peristiwa, seperti beberapa kejadian luar biasa (mukjizat rasulullah) yang sempat terlihat oleh para sahabat, yang terjadi selama rangkaian perang khandaq ini, sebagai pemimpin rasullah SAW tidak hanya berempati kepada kepedihan sahabat tetapi juga langsung merasakan kepedihan itu. Para sahabat banyak yang lapar, beliau pun juga merasakan secara langsung rasa lapar itu. Yang demikian tentu dapat menginpirasi tidak hanya para pemimpin atau hanya rakyat, tetapi menginspirasi kedua-duanya sekaligus. Bagi para pemimpin, peristiwa itu mengajarkan agar pemimpin tidak hanya menunjukkan empati kepada penderitaan rakyat yang biasanya hanya sebatas retorika di atas panggung. Di balik panggung, semua empati sering sama sekali tidak tercermin selain justru tetap ‘berfoya-foya’ atau berkehidupan ala pejabat dengan segenap hak-hak idealnya. Sedangkan bagi rakyat, pribadi Rasulullah tersebut tentu menginspirasi, jika sang pemimpin saja sudah rela menghibahkan dirinya untuk sebuah tujuan besar, maka tak selayaknya rakyat hanya berpangku tangan. Dan, bagi rakyat yang kebetulan dalam keadaan berada, mestinya malu jika hidup bermewah-mewah saat pemimpinnya menunjukkan kesederhanaan.

Lantas, apa hubungannya dengan puasa kita. Puasa kita yang hanya menahan lapar di siang hari, tentu sangat belum sebanding dengan rasa lapar yang mendera baginda Nabi Muhammad SAW dan para sahabat saat berjihad di jalan Allah. Rasa lapar puasa kita tidak sampai harus mengganjal perut dengan batu. Rasa lapar yang hanya sehari itu sering harus berubah menjadi kekenyangan di sore hari yang dimulai saat berbuka. Bahkan, puasa kita sering justru mengubah hidup kita “berglamour ria”. Kebiasaan mengada-ada saat mempersiapkan menu buka puasa, menjadi salah satu contohnya. Puasa kita, seolah juga hanya mengubah siklus makan dari siang hari ke malam hari saja.

Ironisnya, kebiasaan demikian harus berlangsung selama sebulan penuh dan mencapai puncaknya saat mempersiapkan menghadapi lebaran. Intinya, puasa yang ‘barmakna hakikat’ “al imsak” (menahan diri) itu, sering tidak tercermin, jangan di luar bulan Ramadhan, dalam bulan Ramadhan pun nyaris sama sekali tidak terlihat. Pada saat yang sama, produktivitas kita justru menurun. Kantor pemerintah, sebagian toko, dan sekolah seolah wajib hukumnya mengurangi jam kerja/sekolah dengan alasan menghormati bulan Ramadhan atau orang yang sedang berpuasa. Sangat jauh dari produktivitas pasukan khandaq yang meskipun bukan di bulan puasa, kepedihan lapar yang nendera melebihi Ramadhan kita. Atau, rasulullah dan para sahabat dalam perang khandaq ini, meskipun sedang tidak puasa tetapi kepedihannya justru jauh melebihi kita yang berpuasa. Wallahu a’lam.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait