Dari keterangan dia,misalnya izin usaha,seharusnya tidak perlu,harus ada SITU (Surat Izin Tempat Usaha),keterangan persetujuan dari tetangga dan lain-lainnya,cukup saja dilengkapi SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan ),artinya,peraturan itu dapat disederhanakan,sehingga tidak ribet dan mempersulit masyarakat yang berusaha untuk dagang.
Terkait izin gangguan yang mengacu pada Permendagri No:27 tahun 2009,hingga melahirkan Peraturan Daerah (Perda),izin gangguan,Perda tersebut tetap mengacu pada Permendagri sebagai aturan yang lebih tinggi wewenang nya dari pada Perda.
“Kalau saat ini Perda yang di buat , harga untuk satu bundel terkesan mahal,secara azas manfaat kalau perda itu sifatnya emergensi dan penting untuk daerah itu,saya kira hal itu sah-sah saja”,tegas Alexander,Kamis,(24/6) diruang kerjanya.
Dewan yang dikenal kritis,soal adanya sorotan Perda yang dirancang oleh Daerah,yang dinilai biaya satu bundel Perda itu,cukup mahal,bagi Alexander dia menilai secara bijak selaku legislasi,biaya Perda mungkin membutuhkan dana tidak sedikit,rapi jika azas manfaatnya cukup penting buat daerah itu,bagi Alexander pertimbangan dia itu wajar.
“Untuk menghasilkan Perda dengan pertimbangan azas manfaat buat daerah itu,saya pikir dengan biaya cukup besar,selama masih tingkat kewajaran tidak ada masalah,”jelasnya.
Kembali dia ungkapkan,Perda bentukan daerah semuanya itu tetap mengacu pada peraturan Permendagri yang diatur pasal demi pasal serta Undang- Undang Nomor 23/2014 yang jenjangnya lebih tinggi dari pada semua Perda yang ada.
Harus dipahami,Permendagri Nomor: 27 tahun 2011 dengan adanya aturan itu melahirkan Peraturan Daerah,termasuk izin gangguan tetap mengacu pada aturan Pemerintah Pusat.”Kalau kesannya menyudutkan Perda itu hasil copy paste,ini harus dikaji secara mendalam dengan perbandingan-perbandingan yang dapat menguatkan tanggapan itu.Dan kalau ada yang menilai Perda itu pembentukannya biaya besar,itupun harus dikaji secara ilmiah dengan azas manfaatnya,”kunci Alexander.(Gede Siwa)