JAKARTA, Beritalima.com | Penangkapan Muhammad Kace dan Yahya Waloni beberapa hari yang lalu mendapat respon positif dari Pergerakan Masyarakat Nusantara (Perekat Nusa).
Sekjen Perekat Nusa, Theo Cosner menyampaikan dukungan dan apresiasi atas kinerja yang dilakukan oleh Bareskrim Polri.
“Kami mendukung dan mengapresiasi langkah yang dilakukan Bareskrim Polri. Penangkapan ini dapat meredam timbulnya konflik horizontal akibat provokasi dan ujaran-ujaran kebencian yang kerap diunggah kedua pelaku di media Sosial,” ujar Theo Cosner, melalui siaran persnya, Sabtu (28/8).
Theo Cosner menyampaikan apresiasi atas tindakan Dirtipidsiber Bareskrim Polri yang turun langsung dalam penangkapan.
“Kami mengapresiasi tindakan Dirtipidsiber Bareskrim yang turun langsung dalam penanganan kasus ini,” tuturnya.
Kami juga berharap, tambah Theo, semua pelaku ujaran kebencian dari agama manapun ditindak dengan cara yang sama, karena semua sama di mata hukum.
“Kami mengingatkan dan mengajak para penceramah dan pemuka agama untuk tidak membanding-bandingkan dan menjelekkan agama lain, melainkan menyampaikan ceramah dan pesan keagamaan yang sejuk dan damai kepada para umat,” pungkasnya.
Seperti diketahui, sesuai keterangan Dirtipidsiber Bareskrim Brigjen Pol Asep Edi Suheri di berbagai media, pelaku penista agama ditangkap oleh Tim Bareskrim Polri di tempat dan waktu yang berbeda.
Pertama, penangkapan Muhammad Kace, yang dipimpin langsung Dirtipidsiber Bareskrim, Brigjen Asep Edi Suheri, di daerah Mengwi, Bali pada hari Selasa (24/8), sementara Yahya Waloni ditangkap di Cibubur, Kamis (26/8).
Brigjen Asep Suheri menerangkan bahwa tersangka Muhammad Kace yang menjelekkan agama Islam dijerat Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 156 dan/atau Pasal 156 huruf a KUHPidana.
Sementara tersangka Yahya Waloni dilaporkan bersama pemilik akun YouTube Tri Datu. Dalam video ceramah itu, Yahya Waloni menyampaikan bahwa Bible yang merupakan kitab suci agama Kristen tidak hanya fiktif, tapi juga palsu.
Di dalam LP tersebut, mereka disangkakan dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45 A juncto Pasal 28 Ayat (2) dan/atau Pasal 156a KUHP. (red)