Peringatan 23 Tahun Tragedi Bumi Flora: ASNLF Kutuk Keras Pelanggaran HAM

  • Whatsapp

Beritalima.com ( Muhammad Hanafiah, Koordinator Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF) di Denmark, bersama komunitas diaspora Aceh yang ada di luar Negeri, memperingati 23 tahun Tragedi Bumi Flora.

Tragedi ini merupakan peristiwa pembantaian yang menewaskan 31 pekerja PT Bumi Flora Afdeling IV, sebuah perkebunan sawit yang berada di desa Alue Ie Mirah, Kecamatan Julok kabupaten Aceh Timur.

Peristiwa tragis tersebut terjadi pada 9 Agustus 2001, ketika puluhan pekerja dikumpulkan paksa oleh aparat TNI non-organik, dibariskan, dan ditembak hingga tewas satu per satu.

Pada 9 Agustus 2024, tepat 23 tahun sejak peristiwa tersebut, ASNLF dan diaspora Aceh di luar Negeri menegaskan bahwa keadilan atas tragedi ini belum terselesaikan secara hukum. Hanafiah mengutuk keras tindakan Indonesia atas pembantaian Warga ini, serta banyaknya peristiwa serupa yang terjadi di tempat lain di Aceh.

Selain Tragedi Bumi Flora, Hanafiah juga menyoroti berbagai tragedi lainnya, seperti Tragedi Ara Kundo di Idi Cut, Aceh Timur, dan Tragedi Kantor KNPI di kota Lhok Seumawe, Tragedi Simpang KKA di Aceh Utara, Tragedi Rumoh Geudong di Pidie, serta Tragedi Jambo Kupok dan Tragedi Beutong Ateuh, ini beberapa contoh dari serangkaian pelanggaran HAM yang terjadi di bumi Aceh.

“Pentingnya peran komunitas internasional dalam mengadili seluruh pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Mereka mendesak agar pelanggaran HAM ini tidak hanya diakui, tetapi juga ditindaklanjuti melalui proses hukum yang adil dan transparan.

Selain Aceh, Koordinator ASNLF juga menyoroti pelanggaran HAM yang terjadi di Maluku dan Papua. pembantaian massal dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Aparat Indonesia di kedua wilayah tersebut juga harus diadili di tingkat internasional.

Dalam pernyataannya, Hanafiah menegaskan bahwa ASNLF, bersama komunitas diaspora Aceh, Papua, dan Maluku, akan terus menuntut pembukaan kembali Undang-Undang 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Mereka percaya bahwa penjajahan dalam bentuk apapun harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan.

“Aceh, Papua, dan Maluku adalah bangsa-bangsa yang merdeka dan bukan penjajah. Mereka tidak pernah datang ke negara lain, termasuk ke Pulau Jawa, untuk membunuh orang atau merampas sumber daya alam di sana. Namun, sebaliknya, Indonesia datang ke Aceh, Papua, dan Maluku, membunuh penduduk setempat, dan menguras hasil bumi , ucapnya,

ASNLF bersama komunitas diaspora Aceh, Papua, dan Maluku, bertekad untuk terus memperjuangkan keadilan bagi seluruh korban pelanggaran HAM di wilayah-wilayah itu, kita juga menyerukan agar komunitas internasional tidak lagi berdiam diri dan segera mengambil tindakan untuk mengakhiri pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Indonesia.

Peringatan 23 tahun Tragedi Bumi Flora ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan masih jauh dari selesai, dan dukungan internasional sangat diperlukan untuk mewujudkan kemerdekaan dan hak asasi yang sejati bagi bangsa Aceh, Papua, dan Maluku.’ tutupnya.'(**)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait