Peringatan HUT RI ke 76, Mulyanto: Indonesia Makin Dikuasai Oligarki

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Menyambut peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke 76, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan, Dr H Mulyanto mengajak masyarakat memanjatkan syukur kepada Allah swt atas nikmat kemerdekaan yang dirasakan.

 

Selain itu, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini juga mengajak masyarakat mendoakan para pahlawan yang gugur dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Sebagai bangsa kita harus bersyukur atas nikmat kemerdekaan yang diterima.

Sebagaimana suara hati para founding fathers yang diabadikan dalam Pembukaan UUD NRI 1945, kemerdekaan itu atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan atas keinginan luhur para pendiri bangsa.

“Karena itu, sudah sepatutnya kita mensyukuri kemerdekaan ini dengan cara mengisinya dengan karya terbaik, membangun keamanan dan kesejahteraan masyarakat dengan menjunjung tinggi kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat, dan kedaulatan hukum,” kata Mulyanto kepada Beritalima.com, Selasa (17/8) petang.

Memasuki usia kemerdekaan 76 tahun, ungkap anggota Komisi VII DPR RI ini, kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengalami kemunduran. Hal mendasar yang dirasakan Mulyanto adalah makin besarnya pengaruh oligarki dalam mengatur dan membentuk kebijakan negara. Oligarki adalah sekelompok elit penguasa dan pengusaha yang bekerjasama guna membangun kepentingan kelompoknya masing-masing.

 

“Sayangnya aturan lebih sering diabaikan dan bertentangan dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Hal ini tentu tak boleh dibiarkan karena bertentangan dengan cita-cita dari kemerdekaan,” kata Mulyanto.

Dia mencatat sejumlah kebijakan yang kental dengan pengaruh oligarki, diantaranya dalam penanganan pandemi Covid-19 yang hingga sekarang belum selesai. Indonesia masih tercatat sebagai negara dengan tingkat positive rate tinggi, sekitar 20 persen dan tingkat kematian di atas seribu orang perhari.

“Penanganan pandemi terkesan grusa-grusu, cenderung trial by error dan tak didasarkan pada pertimbangan ilmiah atau scientific based,” ujar Mulyanto.

 

Dan, parahnya lagi, lanjut pemegang gelar doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang 1995 itu, pengelolaan negara dalam kondisi krisis seperti sekarang ini cenderung mengarah kepada pendekatan kekuasaan daripada pendekatan demokratis.

 

“Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkesan lebih mempertimbangkan saran pengusaha daripada pendapat para ahli kesehatan,” kata Mulyanto.

 

Hal lain yang disorot Mulyanto adalah diterbitkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, yang cenderung memanjakan pengusaha dan investor, termasuk revisi UU Minerba, dimana Pemerintah seperti menggelar karpet merah buat para pengusaha besar tambang.

Belum lagi terkait dengan penanganan korupsi.

Mulyanto menilai, pemberantasan korupsi semakin merosot sejak UU KPK direvisi, yang membuat peran komisi antiruswah itu menjadi mandul. Karena, KPK kehilangan banyak penyidil dan penyelidik handal, yang selama ini telah mengharumkan nama baik KPK.

 

“Miris kita melihat penanganan korupsi saat ini. Jumlah kasus dan kerugian negara terus meningkat. Tapi anehnya hukuman bagi koruptor malah mendapat korting besar. Aparat hukum yang terbukti terlibat malah diberi diskon hukuman,” imbuh Mulyanto.

 

Dia juga prihatin dengan munculnya ide masa jabatan presiden tiga periode. Menurut dia, ini ide nyeleneh yang inkonstitusional. Sebagai anggota MPR RI, Mulyanto menolak wacana itu.

“Ide itu bertentangan dengan cita-cita reformasi. Set back kita,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait