TRENGGALEK, beritalima.com –
Sebelum menginjak prosesi inti peringatan Hari Jadi Ke 830 Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur beberapa ritual digelar. Salah satunya, acara ‘sungkeman’ didepan Prasasti Kamulan yang dipercaya sebagai tonggak sejarah berdirinya pemerintahan Bumi Menak Sopal.
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin beserta keluarga secara khusus melakukan sungkeman tersebut sebelum pelaksanaan kirab pusaka pada Sabtu, 31 Agustus 2024.
Situs dimaksud (Prasasti Kamulan) sendiri merupakan penanda awal bahwa pemerintahan Kabupaten Trenggalek mulai berdiri.
“Alhamdulillah, tahun lalu (tahun 2023) Prasasti Kamulan bisa diboyong dari Tulungagung ke Trenggalek,” sebut Nur Arifin usai sungkeman di Desa Kamulan, Durenan.
Menurut dia, pada Prasasti Kamulan terdapat beberapa keterangan yang cukup lengkap termasuk pembuatannya. Yakni, pada tahun 1116 Saka yang jika dirunut menggunakan perhitungan Masehi adalah tanggal 31 Agustus 1194.
“Berdasar tanggal itulah akhirnya dijadikan penanda tanggal lahirnya Trenggalek,” imbuhnya.
Masih kata Gus Ipin, sapaan akrab bupati muda ini, sedangkan untuk isi nya (Prasasti Kamulan) lebih merujuk pada kisah mengenai Raja Kertajaya yang tersingkir dari Istana Daha akibat serbuan musuh dari arah timur. Kemudian, atas jasa penduduk daerah Ketandan Sekapat mengembalikan kedudukan Kertajaya. Sebagai tanda jasa, maka sang raja (Kertajaya) memberikan anugerah ‘sima perdikan’ yang ditulis di atas daun lontar.
“Yang kemudian sima perdiakan (tanah hadiah bebas pajak) ini dituangkan dalam sebuah prasasti batu sebagai bukti otentifikasi,” jelas Gus Ipin.
Sedangkan ketika disinggung mengenai pakaian adat (ageman) yang digunakannya, suami Novita Hardini tersebut mengatakan jika setelan baju itu berjenis ‘Sikep’. Atau biasa disebut juga ageman agung Kabupaten Trenggalek. Sedangkan untuk pendamping (istri), menggunakan baju setelah kebaya lawasan Mataraman dengan motif Bunga Matahari yang kelopak bunganya berjumlah 8. Dengan filosofi, delapan kelopak bunga sebagai akumulasi doa dan harapan keberkahan agar ‘sumrambah’ (menyebar) ke segala arah.
“Ageman jenis Sikep dengan berbagai filosofinya, merupakan salah satu identitas kultural Jawa yang harus kita jaga sebagai ciri budaya bangsa,”pungkas dia. (Her)