JAKARTA, Beritalima.com– Dalam menyambut Hari Kesaktian Pancasila 2020, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan, Dr H Mulyanto mengajak seluruh anak bangsa untuk lebih menghayati hikmah dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila.
“Pancasila yang saat ini menjadi dasar negara Indonesia adalah rumusan paling tepat dihasilkan para pendiri bangsa. Sebab itu, sepatutnya hal ini dilaksanakan secara murni dan konsekuen,” ungkap anggota Komisi VII DPR RI ini kepada Beritalima.com di Jakarta, Rabu (30/9) siang.
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut mengatakan, salah satu wujud penghayatan nilai-nilai Pancasila adalah menolak ideologi komunisme, marxisme dan leninisme. Pancasila mengajarkan Ketuhanan yang Maha Esa sehingga sangat tidak cocok disandingkan dengan ideologi-ideologi yang tidak mengakui adanya Tuhan.
“Pancasila itu antitesis dari komunisme, marxisme dan leninisme. Sehingga siapa saja yang meyakini Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia harus berani menyatakan secara tegas Pancasila Yes, Komunisme No!,” tegas politisi senior tersebut.
Ditambahkan, Pancasila merupakan hasil dari perenungan dan pemikiran mendalam para pendiri bangsa (founding fathers) yang digali dari praktek nyata kehidupan leluhur bangsa Indonesia. Pemikiran itu dikristalisasi dalam rumusan-rumusan yang disepakati bersama. Karena itu sudah sepatutnya kalau Pancasila menjadi landasan moral kehidupan berbangsa dan bernegara yang diterima dengan tulus.
Doktor teknik nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang 1995 mengaku prihatin karena akhir-akhir ini marak munculnya kelompok neo komunis yang bangga menampilkan logo dan lambang PKI. Logo palu arit itu terpasang di kaos, souvenir maupun dinding rumah.
Karena itu, dia menilai, aparat keamanan lamban menyikapi tuntutan rekonsiliasi anak-cucu PKI yang merasa orangtua-kakek-nenek mereka adalah korban. Bukan pelaku tindak kejahatan luar biasa. Bahkan sebaliknya, yang dituduh sebagai pelaku tindak kejahatan adalah para ulama dan tentara.
“Pemerintah harus bijak dan tegas menyikapi karena kerangka hukumnya sudah jelas, baik dalam TAP MPRS No: 25/1966 maupun UU KUHP bahwa komunisme adalah ajaran yang dilarang.
Ketimbang berwacana bahwa faham komunis sudah tidak ada di Indonesia atau PKI tidak akan tumbuh lagi, masyarakat butuh tindakan konkret Pemerintah dengan menertibkan lambang dan logo PKI yang beredar. Ketegasan ini akan menimbulkan rasa aman di tengah-tengah masyarakat.”
Dikatakan, tidak perlu juga kita mengedepankan Pancasila 1 Juni 1945, trisila; ekasila atau ketuhanan yang berkebudayaan. “Yang harus kita sosialisasikan Pancasila 18 Agustus 1945, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945,” kata Mulyanto.
Bung Karno, kata dia, dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945 mengusulkan Pancasila dengan sila kelima, ‘Ketuhanan Yang Berkebudayaan’. Namun, Panitia Sembilan dimana didalamnya terhimpun kaum kebangsaan dan para ulama, berhasil memantapkan rumusan Pancasila 22 Juni 1945 menjadi Pancasila sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta dimana Sila Pertama berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Bung Karno, sambil menangis meminta kepada peserta sidang BPUPKI, agar menerima Pancasila 22 Juni 1945 hasil rumusan Tim Sembilan, yang merupakan kompromi antara kaum nasionalis dengan kaum Islam nasionalis. Karena beliau telah ikhlas melepas Pancasila 1 Juni 1945.
“Ini kebesaran jiwa Bung Karno. Namun, karena ada elemen bangsa yang keberatan dengan rumusan Pancasila Piagam Jakarta, khususnya Sila Pertama dan karena kebesaran hati para ulama, pada sidang PPKI, 7 kata dalam Sila Pertama diubah. “Barulah 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD tahun 1945, seperti yang ada sekarang ini,” jelas Mulyanto.
Karena itu, RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) harus dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020 dan tidak perlu dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas tahun-tahun berikutnya.
Kita tidak perlu lagi memboroskan energi untuk membahas RUU yang jelas-jelas sudah ditolak oleh sebagian besar elemen bangsa ini. Bagi PKS, Pancasila sebagai kalimatun sawa’ (common platform) atau sebagai philosofische grondslag sudah bersifat final. Tidak perlu dibicarakan lagi.
“Yang utama bagi kita adalah bagaimana mengamalkannya secara murni dan konsekuen, agar kita segera secara bersama-sama dapat keluar dari pandemi Covid-19 dan menyongsong kehidupan baru berbangsa dan bernegara yang lebih baik,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)