SURABAYA, beritalima.com | Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak pernah mempersulit warga mengenai pelayanan perizinan. Termasuk perpanjangan atau peralihan Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau Surat Ijo. Tentunya izin tersebut mudah keluar jika kelengkapan dokumen sudah memenuhi syarat dan pengajuannya dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
Namun, ada salah satu warga bernama Winarta (Ming) yang mengaku dipersulit saat mengajukan pengalihan IPT ke Pemkot Surabaya. Permasalahan tersebut, ia sampaikan saat bertemu Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu menjelaskan kronologi permasalahan yang dialami warga bernama Winarta. Ia menyebut, bahwa warga itu mengajukan pengalihan IPT sebanyak 2 persil dan sudah ikatan jual beli bangunan.
“Satu persil pakai rekom. Tapi sampai masa berlaku rekom habis, belum ditindaklanjuti dengan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dan pengalihan IPT,” kata Yayuk sapaan lekatnya, Selasa (23/11/2021).
Di sisi lain, Yayuk menyebut, bahwa pada saat pengajuan balik nama IPT ke DPBT Surabaya, posisi kedua persil IPT milik Winarta sudah habis masa berlakunya. Makanya kemudian oleh DPBT diproses dengan mekanisme pengalihan tanpa rekom. Yakni melalui iklan AJB, akta persaksian dan sebagainya.
“Pada saat pembayaran retribusi, Winarta tidak mampu membayar. Sebab, dia masih memiliki tunggakan, persil pertama 5 tahun belum bayar dan persil kedua selama 2 tahun belum dibayar,” terangnya.
Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, akhirnya DPBT memberikan keringanan warga itu agar dapat mencicil dengan tetap dikenakan bunga 2 persen. Kebijakan ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya No 75 Tahun 2016 tentang Tata Cara Perhitungan Retribusi Pemakaian Tanah.
Dalam Perwali No 75 Tahun 2016 pada Pasal 8 Ayat 1 disebutkan, bahwa dalam hal wajib retribusi tidak membayar retribusi tepat waktunya atau kurang bayar dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 persen setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar.
Sedangkan pada Pasal 8 Ayat (2), disebutkan bahwa sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung setiap tahunnya dari besaran nilai pokok retribusi pada tahun tersebut dan paling banyak sebesar 24 persen.
“Jadi warga tersebut kemudian kita arahkan keringanan dengan tetap dikenakan bunga 2 persen. Akhirnya tidak jadi dan dilunasi langsung,” ungkap Yayuk.
Namun demikian, Yayuk menegaskan, bahwa Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) sebagai salah satu syarat dokumen pengalihan IPT milik Winarta tidak ada. Akhirnya, syarat peralihan IPT itu menggunakan proses pengajuan SKRK Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP- CKTR) Surabaya.
“Pengajuan pengalihan IPT dengan persyaratan lengkap melalui Surabaya Single Window (SSW) Alfa pada tanggal 3 November 2021. Lalu, Pertek (Persetujuan Teknis) dari dinas keluar tanggal 16 November 2021,” jelas Yayuk.
Yayuk kembali memastikan, bahwa selama ini Pemkot Surabaya tidak pernah mempersulit warga terkait apapun jenis perizinan. Tentunya setiap jenis perizinan yang diajukan akan langsung diproses jika dokumen permohonannya lengkap dan benar.
“Kami tidak pernah mempersulit warga jika permohonan-nya lengkap dan benar. Kami melayani perizinan harus berpedoman pada SOP,” tandasnya. (*)