SIDOARJO, beritalima.com |
Mukhzamillah begitulah nama lengkapnya. Wanita kelahiran Pasuruan 40 tahun silam ini adalah anak pertama dari empat bersaudara yang sejak kecil hidup sederhana bersama orangtuanya di Pandaan Pasuruan Jawa Timur. Diceritakan bahwa ayahnya adalah seorang tukang tambal ban sepeda ontel dan ibunya adalah tukang jahit baju. Namun, kebanggaan dan takdzimnya kepada kedua orangtunya tak bisa Ia lukiskan dengan kata-kata. Hal tersebut yang membuatnya hidup sederhana, low profil dan bisa berbaur dengan siapapun tanpa mengenal kasta, perbedaan dan golongan. Pandai berinteraksi sosial membuatnya menemukan banyak teman dan relasi baru. Meskipun Ia adalah seorang dosen di Universitas ternama di Surabaya tetapi dengan kerendahan hati dan jiwa besarnya pandai menempatkan diri berteman dengan kawan dari berbagai golongan dan latar belakang, menjadikan Ibu tiga anak tersebut mudah akrab dengan siapapun tanpa membeda-bedakan.
Menghabiskan masa kecilnya di Pandaan Pasuruan, Milla sapaan akrabnya mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar (SD) hingga Sekokah Menengah Atas (SMA) di sebuah Yayasan Ma’arif Pandaan Pasuruan. Mukhzamillah kecil tergolong anak yang cerdas berprestasi, hal tersebut terbukti sejak SD hingga SMA selalu menjadi langganan peringkat 1 dan menyandang Pelajar berprestasi Kabupaten Pasuruan kala itu.
“Sekolah di Ma’arif bukan karena saya tidak bisa melanjutkan ke sekolah negeri, tapi karena manut dawuhnya Bapak, dan menjadi pelajar berprestasi di Pasuruan merupakan buah hasil ketelatenan ibu saya dalam mendidik saya, Alhamdulillah selama SMP selalu gratis SPP,” ujar Wakil Ketua Lembaga Ta’tif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama’ (LTN NU) Sidoarjo ini mengingat masa sekolahnya.
Dikisahkan bahwa semasa sekolah Milla mengenal sosok guru inspiratif yg dijadikan sebagai Idola dan selalu diingat akan petuah dan nasehatnya sejak kelas empat SD. Ia biasa memanggilnya dengan sebutan Pak Sholeh. Guru tersebut tak lain adalah KH M Sholeh Qosim Wakil Ketua LTM PBNU. Sosok yang mengenalkan Milla dengan dunia organisasi melalui Makesta IPPNU, bahkan dilatih untuk menjadi guru TPQ sejak Milla SMA.
Lulus SMA, Mukhzamillah termotivasi untuk mondok sambil kuliah. Ternyata hanya dua orang yang lulus UMPTN dari SMA tempatnya belajar. Dia diterima di Universitas Negeri Malang jurusan Sastra Inggris, prodi yang sangat tinggi peminatnya kala itu. Diantara 25 teman sekelas, hanya Dia satu-satunya yang kuliah sambil nyantri. Pondok Pesantren Salafiyyah Syafiiyah Mergosono Malang, tempat Ia bermalam dan menempa ilmu agama. Pondok itu adalah pilihan Yai Soleh, guru idola yang menginspirasinya.
“Dulu saat ngaji bersama beliau saya catat tiap nasihat petuah yang beliau berikan. Buku diary saya kala SMA adalah isi pengajian beliau dan yang lucu lagi, kadang saya ikuti jadwal khutbah Jumat beliau (tentu saja tanpa beliau tau). Saya berdiri di bawah pohon tak jauh dari masjid tempat beliau khutbah, sambil mencatat nasihat2 yg beliau sampaikan. Cupunya saya kala itu,” terangnya sambal tersenyum menceritakan pengalamannya saat itu
Universitas Negeri Malang (UM) adalah lembaga berplat merah pertama yg Ia tapaki. Bersaing dengan mahasiswa yang berasal dari sekolah favorit di malang, membuat Milla harus belajar bahasa Inggris lebih giat lagi untuk mengejar ketertinggalannya. Ilmu itu ibarat air laut, makin diminum makin membuat haus. pepatah tersebut yg menggambarkan kegilaan Milla saat menjadi siswa maupun mahasiswa. Kegemarannya membaca buku seperti orang minum disaat haus. Setiap buku yang disodorkan pasti selalu dibaca sampai tuntas.
“Ketika kuliah belajar grammar, pulang belajar nahwu shorof, Tak jarang, untuk menghemat ongkos mikrolet, saya sering jalan kaki. Kampus yang harus ditempuh 2x oper mikrolet yang kala itu berbayar Rp. 400, saya sering ndak mau oper, untuk berhemat separoh ongkos. Lumayan buat beli makan,” terang Dosen tetap Universitas Negeri Surabaya ini.
Ada banyak pelajaran hidup yang Ia dapatkan dengan tinggal seatap dengan KH Masduqi Mahfud. Tiap kali berangkat kuliah, kami para santri harus sowan ke ndalem, salim. Bisa kepada Abah atau Umik. “Allohumma yufaqqihha fiddiin” (Ya Alloh jadikanlah dia berpengetahuan agama). Doa itu yg selalu dilantunkan Abah Masdhuqi. Selama mondok, Milla dijadikan wakil ketua pondok, meskipun banyak aktifitas di luar pondok. Saat semester lima (5), berangkat pagi untuk mengajar Bahasa Inggris di Madrasah Aliyah Singosari, siangnya kuliah, sore hari berkegiatan di BEM dan UKM. Maghrib baru sampai di pondok langsung jamaah dan ngaji diniyah. Itu juga yang sering membuatnya mengantuk saat mengaji.
“Saya nyambi ngajar saat kuliah. Disamping kebetulan diminta bantu putra Abah yang juga ngajar di sekolah yang sama, saya senang karena gaji 300ribu kala itu bisa menopang kebutuhan hidup bersama adik perempuan saya yg juga tinggal di tempat yg sama dan kuliah di Universitas Brawijaya Malang,” tuturnya
Karena kecerdasannya tersebut Mukhzamillah mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan study postgraduate (istilah untuk studi setelah S1) di New England University Asutralia pada tahun 2008. Tiga tahun setelah menikah, tinggal di negara bagian New South Wales Australia bersama anak dan suami adalah momentum yang menyenangkan bagi Mukhzamillah. Anak pertamanya yang lahir pada tahun 2007 mengenyam pendidikan bersama para bule. Dia pun berkomunitas denganan orang-orang berdisiplin tinggi. Milla juga mengikuti beberapa kegiatan community services berupa membantu anak-anak Aborigin setiap Sabtu malam agar mereka tidak mabuk-mabukan. Berinteraksi dengan mahasiswa dari seluruh belahan dunia adalah kebanggaan tersendiri baginya kala didaulat untuk memberikan sambutan saat pelatihan kepemimpinan vice chancellor (sebutan utk rektor di kampus Australia). Mungkin terlihat unik, memakai jilbab sendiri diantara yang ada disana.
Dari berbagai pengalamaan, ada satu hal yang tak bisa dilupakan. Berkat semangat dan ketelatenannya mengikuti berbagai aktifitas yang dilakukan selama berada di New South Wales, Mukhzamillah mendapatkan Penghargaan New England Award saat wisuda. atas kontribusiny terhadap pengabdian masyarakat, peningkatan kualitas diri dan kuliah tepat waktu. Tampaknya hanya Mukhzamillah mahasiswa Indonesia pertama yang mendapatkannya kala itu. Maka Ketika menjadi dosen tetap di Universitas Negeri Surabaya mantan Anggota IPPNU Bangil ini, selain sebagai Asisten Ahli juga dipercaya mengeamban sejumlah jabatan penting. Diantaranya adalah ; Ketua Tim Kerjasama Fakultas Bahasa dan Seni, UNESA Surabaya, Kepala International Office (2016-2018), Tim Ahli Pusat Kuliah Kerja Nyata (2018-2020), Tim Ahli Pusat Pembinaan Ideologi (2019-sekarang).
“Beberapa jabatan pernah saya emban di kampus. Saya biasa mengatur perjalanan luar negeri para pejabat sekelas rektor. Malang melintang dari hotel bintang lima sampai kelas backpacker di Melbourne. Tapi kebersamaan dengan orang-orang yang berjiwa pejuang dengan segala kesederhanaan seperti bapak saya, seolah menjadi lahan bagi saya untuk senantiasa belajar memaknai hidup,” Ungkap Ketua Executive Pelaksana RA Anak Sholeh Sukorejo dan RA Siti Fatimah Gempol Pasuruan ini dengan senyum sejuk.
Ditengah kesibukannya sebagai abdi negara. Mukhzamillah juga berkhidmah penuh di organisasi Nahdlatul Ulama’ (NU) yang kebetulan diamanahi sebagai Wakil Ketua Lembaga Ta’lif Wan Nasyr (LTN) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama’ (PCNU) Sidoarjo, Anggota Badan Pelaksana Penyelenggara (BPP) Universitas Nahdlatul Ulama’ Sidoarjo (UNUSIDA), Anggota Tim Aswaja Center PCNU Sidoarjo, dan Anggota Komisi Kerjasama Luar Negeri MUI Jatim (2020 – sekarang). Dalam bidang literasi Mukhzamilla juga aktif mengkonsep kegiatan Jurnalistik Digital dan Madrasah Jurnalistrik di lingkungan PCNU Sidoarjo. Ketekunan , kesabaran dan jiwa keibuannya yang mampu ngemong para kadernya dengan tetap memberikan support dan semangat sehingga berhasil mencetak bberepa kader jurnalis resmi di NU Online Jatim.
Katib Syuriyah PCNU Sidoarjo KH. M. Sholeh Qosim menuturkab bahwa Mukzamillah adalah salah satu asset dan Kader NU yang multitalenta dengan segala kecerdasan yang dimiliki mempunyai pengalaman study di luar negeri beberapa tahun sebelum Kembali mengabdi di tanah air. “Bu Doktor Mukhzamilla ini orang cerdas, maka harus kita berikan ruang untuk turt serta memperjuankan nilai-nailo Aswaja di PCNU Sidoarjo,” terang KH Sholeh Qosim yang merupakan guru spiritual Mukhzamillah
Dan dengan kesederhanaan untuk menutupi kecerdasan inteletualnya, Ibu 3 anak ini tetap istiqomah Khidmad keluarga, mengamalkan ilmu sejauh yang Ia mililki, bakti pada bapak ibu dengan suplai segala kebutuhan mereka berdua yang makin menua.
“Bagaimanapun, saya tetap ibu rumah tangga yang berkewajibab ngopeni rumah. Nyuci baju, ngepel rumah, menemani anak belajar, ndongengi anak menjelang tidur atau antar mereka sekolah kalo lagi longgar, menjadi rutinitas pd kodrat saya” pungkasnya merendah.