Oleh:
Rudi S Kamri
Mari kita bayangkan, kira-kira apa yang dipikirkan RA Kartini ‘di atas sana’, saat persepsi sebagian perempuan Indonesia dan bahkan Pemerintah selama ini hanya menyederhanakan peringatan hari Kartini dengan upacara seremonial kaum perempuan yang sekedar berdandan cantik dan berkebaya?
Peringatan hari Kartini kita tahu tidak identik dengan hari berkebaya nasional. Memperingati kelahiran dan perjuangan Kartini seharusnya bukan sekedar melakukan gerakan artifisial semata. Namun hakekatnya adalah merenungkan, memperingati dan mensyukuri hasil perjuangan Kartini.
Cita-cita besar Kartini, bukan sekedar perempuan bisa meraih deretan gelar pendidikan atau tingginya jabatan. Bukan juga sekedar perempuan berbusana luwes kebaya. Tapi Kartini menginginkan kaum perempuan membebaskan diri dari belenggu dominasi kekuasaan laki-laki serta mempunyai hak dan ruang kesetaraan peran untuk menentukan arah dan tujuan perjalanan masa depan dirinya, keluarganya dan bangsanya.
Mimpi seorang Kartini, Perempuan Indonesia menjadi tangguh, mandiri dan mampu berperan membuka pintu cakrawala pemikiran dan memberi bekal bagi generasi anak bangsa dengan balutan cinta dan doa. Namun tetap lurus dan tawadu’ dalam kodratnya. Tanpa harus selalu tampil di depan, tanpa harus meminta pengakuan, tanpa mengharap pujian. Karena itulah hakekat keikhlasan dalam menjalankan kesetaraan peran.
Semoga semangat dan tata nilai perjuangan Kartini tetap menjadi roh perjalanan perempuan Indonesia di dalam peran dan profesi apapun. Dan kita berharap perempuan Indonesia memahami bahwa hakekat perjuangan Kartini itu adalah kebebasan pikiran dan kesetaraan peran bukan sekedar pakaian.
Hal penting lain yang perlu kita catat, bahwa ternyata untuk mendapatkan hak kesetaraan dan kebebasan pikiran itu perlu perjuangan. Dan Kartini telah berhasil membuktikan.
Selamat mensyukuri perjuangan Kartini, sahabat perempuan Indonesia ??
Salam SATU Indonesia
21042020