BONDOWOSO, beritalima.com – Selain punya tanggung jawab untuk mencerdaskan siswa. Seorang guru kadang harus melewati aral dan rintangan yang tak mudah saat menuju ke sekolah. Seperti yang dialami, Rina Alifiah, salah seorang guru sekolah dasar di Bondowoso, Jawa Timur.
Perempuan berusia 32 tahun itu menceritakan, bahwa agar bisa sampai ke sekolah, ia harus menyeberangi sungai menggunakan sampan kayu.
Rina mengajar di SDN Pandak 2 Kecamatan Klabang. Menurutnya, awal mengajar di sana ia menyeberangi sungai menggunakan perahu kecil, warga menyebutnya Cukong.
“Perahu itu milik sekolah, ada yang bisa mendayung. Salah seorang penjaga sekolah yang bisa,” katanya, Senin (25/10/2021).
Namun perahu itu sudah rusak. Akhirnya ia menggunakan sampan kayu yang biasa digunakan warga. Sampan tersebut ditarik menggunakan tali.
“Kami biasanya mendayung sendiri. Kalau ada warga yang kebetulan mau ke seberang, warga yang mendayung. Kalau sendirian kami tarik sendiri talinya,” katanya.
Sekolah bersama warga patungan ketika sampannya bocor atau saat ada kerusakan lainnya. “Kadang kan talinya putus. Karena dianggap fasilitas bersama,” jelasnya.
Rina tinggal di desa Tapen Kecamatan Tapen. Perjalanan dari rumahnya menggunakan motor. Butuh sekitar 10 menit ia sampai di pemukiman warga. Kemudian ia titipkan motornya di rumah warga.
“Dari rumah warga kami jalan kaki ke sungai sekitar 10 menit. Karena memang medannya agak sulit. Jadi tidak bisa buru-buru juga,” jelasnya.
Kemudian ia menyeberangi sungai 10 menit. Setelah menyeberangi ia harus jalan kaki menuju sekolah. “Dari sungai ke sekolah dekat. Tapi jalannya menanjak,” imbuhnya.
Menurutnya, memang ada jalur darat. Namun waktu yang ditempuh lebih lama. Sekitar 45 menit dengan kecepatan standar. Itupun kalau tidak ada halangan.
Kalau medan darat ini kata dia, jalannya bebatuan dan tidak diaspal. Serta sepanjang jalan hanya hutan dan jauh dari pemukiman warga.
“Ketika masuk jalan utama Desa Pandak jalannya batu semua. Ketika ada kendala ban bocor, tidak ada bengkel. Saya mengalami itu, dan mendorong motor sampai Desa Pandak,” kenangnya.
Ia mengaku sudah tiga tahun melewati itu. Bahkan ada salah seorang temannya yang masih honorer sudah 14 tahun menempuh medan itu saat mau berangkat ke sekolah.
“Kalau saya ASN dan penempatan peratama saya di sana. Malah ada teman saya honorer 14 tahun mengabdi di sana,” paparnya.
Di SDN Pandak 2 di Dusun Koanyar itu hanya ada 12 siswa kelas II sampai kelas VI. Tahun ini memang tidak ada siswa kelas I.
“Memang warganya sedikit mas. Itu kalau ndak salah hanya ada 80 KK (Kartu Keluarga),” jelasnya.
Menurutnya, tidak mungkin ada warga desa lain sekolah di sana. Bahkan kalau sudah SMP harus sekolah ke luar.
“Di sana tidak ada SMP. Rata-rata lulusan SDN Pandak meneruskan sekolah. Tapi sekolahnya ke SMP Tapen atau SMP Klabang. Ada juga yang mondok,” jelasnya.
Guru SD di Bondowoso tersebut mengatakan, bahwa salah satu resiko ketika menyeberangi sungai menggunakan sampan kayu itu ketika musim hujan. “Jadi kami pulang tidak nunggu hujan. Kalau sudah mendung di bagian selatan kami pulang. Karena pernah sekali sampannya hampir terseret,” jelasnya.(*/Rois)