Selasa 12 Desember 1997, terdengar suara teriakkan bayi dari ruang bersalin rumah sakit sejahtera, ya itu suara ku waktu pertama kali datang di kehidupan manusia. Kehangatan dan kasih sayang oleh Ibu langsung terasa. Semua jiwa raga Ibu dikeluarkan. Tangisan dan keringat yang masih bercucuran merasa lelah itu sudah pasti tapi Ibu senang melihat anaknya terlahir dengan sehat dan sempurna, semua itu membuat Ibu tidak merasa sendiri dan terus berjuang. Ku tulis cerita tentangmu nafas yang tak pernah terjerat dusta tekad yang tak koyak oleh masa, seberapapun sakitnya ia tetap penuh cinta.
Hari demi hari kasih sayang ia tanpa henti, dirawatnya aku setiap hari. Betapa senangnya ia merawat dan melihatku menangis. Ia tak pernah lupa untuk memberikan asupan gizi yang sangat baik untuk kesehatanku. Aku mengganggu tidur malamnya, bahkan pagi dan siang aku pun terus menangis.
Merawat 2 anak pada saat itu tidak terasa berat karena, ia menjalankannya dengan lapang dada dan ikhlas. Ketika aku bersekolah di taman kanak-kanak untuk pertama kalinya, ia selalu mengantarkanku. Menyiapkan makanan, seragam dan sarapan setiap hari. Terdengar suara di dapur masakan yang ia buat sudah hampir selesai. Tak tahu mengapa, makanan yang ia buat selalu nikmat dan lezat dibandingkan di restoran mahal terkenal sekalipun. Aromanya pun sangat menggugah selera. Ia sangat tahu makanan favoritku.
Menjadi seorang Ibu bukanlah hal yang mudah tetapi menjadi sebuah acuan agar anak-anaknya sukses dikemudian kelak nanti. Lambat laun hari berjalan aku duduk di bangku sekolah dasar. Ibu senang melihat anaknya sudah menjadi remaja. Tak putus-putus semangat Ibuku untuk mengurusiku, membelikan ku buku sekolah, mengantarkan ku dan menyiapkan ku bekal untuk di sekolah. Ketika aku tiba di rumah, Ibu sangat senang menghampiriku. Ia menanyakan bagaimana kegiatan ku di sekolah tadi, aku pun bercerita dengan senang hati dan ia pun mendengarkannya seperti pendengar yang sedang mendengarkan radio favoritnya.
Kasih sayang yang tak kunjung usai, aku pun kadang-kadang merasa tidak enak hati apalagi setelah membuat salah kepada Ibuku, seakan-akan hatiku pun tergores dan betapa bodohnya aku untuk melakukan kesalahan tersebut. Aku berbohong kepadanya sehingga, membuat ia marah. Tak akan lagi aku mengulangi lagi perbuatan ku yang tidak patut itu. Aku pun meminta maaf kepadanya dan Ibu pun memaafkannya, aku nangis dan berlutut memohon agar Ibu mau memaafkan ku. Ibu pun memaafkan ku, aku merasa tidak enak dan malu pada saat itu.
Ibu, tak ada yang bisa menggantikan dirimu bidadari dari surga sekalipun tak bisa menggantikanmu. 9 bulan di dalam kandungan dibawanya aku kemanapun Ibu pergi. Ibu yang melahirkan ku, Ibu juga yang membesarkanku tanpa seorang Ibu aku tidak bisa berada hingga sekarang ini. Kasih sayangnya tidak bisa digantikan oleh apapun. Ia selalu mengingatkan ku untuk yang benar dan salah.
Aku akan selalu berdoa untukmu wahai ibuku, aku juga akan selalu menyayangimu sampai kapanpun dan aku akan selalu merindukan mu selamanya. Terlihat senyum ketulusan Ibu setiap hari, terasa juga doa Ibu yang tak pernah henti mendoakan ku, tercipta kasih sayang tulusmu tak akan tergantikan. Ibu adalah sosok wanita yang hebat, ialah segalanya untukku, disaat aku bahagia, air mata kebahagiaan terpancar bersinar, disaat ku sedih air mata doa ibu tiada pernah henti. Sosok Ibuku tidak pernah mengeluh, tidak ada kata kecewa dan tidak ada kata lelah untuknya.
Ibu mengajarkan ku tentang cinta, cinta pertama dalam hidupku, sejak aku di dalam kandunganmu, sejuta kasih kau suap di mulutku. Pengorbanan seorang Ibu tak mampu kuucap dengan kata-kata, pahlawan pertamaku dalam nafasku, nyawaku terlindung berbalut cintamu. Betapa besar kasih sayang seorang Ibu dan tak henti-henti, menghadirkan ku ke bumi ini untuk membuatku mengenal surya melihat indahnya mentari menyingsing. Ibu ialah pelangi dalam jiwaku kaulah cahaya surga menerangi ku dalam gelapnya malam.
(Penulis : Aldi Ardiansyah, Politeknik Negeri Jakarta)