Perkara Hutang Piutang, Tergugat Menilai Gugatan Penggugat Plurium Litis Consortium dan Prematur

  • Whatsapp

MADIUN, beritalima.com- Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terkait hutang piutang yang dilayangkan oleh Hj. Rukmini, warga Desa Kranggan, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, yang diwakili kuasa hukumnya, Sigit Haryo Wibowo, dan Bambang Eko Nugroho, dengan tergugat H. Putut Budianoto, yang diwakili kuasa hukumnya Prijono, dan Satrio Yudanto, kembali digelar di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun secara daring dengan agenda eksepsi (jawaban) dari tergugat, Rabu 31 Juli 2024.

Dalam eksepsinya, tergugat menjelas bahwa
perkara nomor: 18/Pdt.G/2024/PN.Mjy yang dilayangkan tergugat adalah plurium litis consortium (kurang pihak) dan prematur.

“Kalau penggugat minta batalnya akta pengakuan hutang Nomor 96 tangal 28 Mei 2012 yang diterbitkan oleh Mohammad Ali Fauzi, SH.M.Kn – PPAT/Notaris di Jalan Raya Ponorogo KM. 4 Ruko Kertobanyon Nomor 3 Kabupaten Madiun, seharusnya PPAT/notaris Mohammad Ali Fauzi, SH.M.Kn juga ditarik sebagai pihak dalam perkara ini,” terang kuasa hukum tergugat, Prijono, dalam eksepsinya.

Tidak ditariknya notaris/PPAT Mohammad Ali Fauzi dalam perkara ini, lanjutnya, menjadikan gugatan penggugat kurang pihak dan tidak lengkap yang berakibat gugatan penggugat Niet ontvankelijke verklaard (tidak dapat diterima).

“Tergugat menolak dengan tegas dalil dalil dalam gugatan penggugat kecuali ada hal-hal yang secara tegas diakui oleh tergugat,” tegas pengacara senior yang pernah menjabat ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Madiun Raya dua periode ini.

Dalam gugatan penggugat yang mempersoalkan tidak dicantumkanya besaran denda dalam akta pengakuan hutang, paparnya, merupakan sikap penggugat yang sengaja mencari celah-celah kesalahan tergugat.

“Senyatanya antara penggugat dan tergugat telah sepakat dan tunduk pada kesepakatan yang telah dibuat di hadapan notaris/PPAT Mohammad Ali fauzi, SH.M.Kn, termasuk denda walaupun tidak tercantum besaran denda dalam akta pengakuan hutang, dan perlu difahami penggugat, bahwa hubungan transaksi hutang piutang ini bukan dengan lembaga yang berbadan hukum tetapi bersifat orang perorang,” urainya.

Dalam akta pengakuan hutang, pada pasal 2 b dan c dan pada huruf c, lanjutnya, telah cukup tegas bahwa debitur atas lewatnya waktu saja dalam melakukan pembayaran merupakan bukti yang cukup dan sah bahwa debitur telah lalai dalam melakukan kewajibannya.

“Kalau dilihat masa pinjam penggugat yaitu pada tanggal 28 Mei 2012 hingga pada tanggal 28 Mel 2023, total perhitungan pokok dan denda sejumlah Rp. 448.400.000. Ini rentang waktu yang cukup lama bagi debitur yaitu ± 12 tahun berjalan yang melalaikan kewajibannya, dan penggugat yang mempersoalkan dan merujuk munculnya kata-kata “Bank” dalam akta pengakuan hutang, itulah perlunya Notaris/PPAT harus ditarik sebagai pihak dalam perkara ini agar mendapatkan penjelasan dan jawaban yang jelas dan terang,” ungkapnya.

Dalam gugatan penggugat point 6, lanjutnya, penggugat telah membuat perhitungan sendiri. Yaitu versi penggugat hutangnya tinggal sebesar Rp. 19.400.000.

“Cara menghitungnya dari mana? itu dalam rentan berapa tahun? Sedangkan pinjaman tersebut sudah 12 tahun lamanya,” tandasnya dengan nada tanya.

Dalam perkara ini, menurutnya, seharusnya penggugat yang diposisikan sebagai pihak yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan melalaikan kewajibannya pembayaran hutangnya hingga 12 tahun lamanya yang merugikan tergugat secara materiil.

“Penggugat dalam gugatannya minta batalnya lelang. Hal demikian terlalu premature karena lelang belum pernah dilaksanakan oleh KPKNL Madiun. Karenanya, kami mohon kepada hakim pemeriksa perkara ini untuk menolak gugatan penggugat atau setidak tidaknya gugatan penggugat Niet Ontvankelijke Verklaraad (tidak dapat diterima),” pungkasnya. (Dibyo).

Ket. Foto: Prijono (kiri), H. Putut Budianoto (kanan).

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait