Jakarta | beritalima.com – Memperkuat basis pendanaan iklim nasional, Indonesia sebagai Focal Point UNFCCC. KLH/NPLH telah menyampaikan 1st Biennial Transparency Report (BTR) pada tahun 2024 mencakup kebutuhan pendanaan, teknologi, dan peningkatan kapasitas untuk mencapai target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional / Nationally Determained Contribution (NDC Indonesia).
Bahkan dalam dokumen Enhanced NDC, Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 31,89% (CM1) dengan upaya sendiri dan 43,2% (CM2) dengan dukungan pembiayaan global. Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) terus memperkuat komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim melalui pengembangan pendanaan iklim yang inklusif, transparan, dan berintegritas tinggi.
“Annex 1st BTR telah melaporkan pemetaan kebutuhan dan dukungan yang diterima untuk pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia,” ujar Ary Sudijanto, Deputi Pengendalian Prrubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon.
Lanjut Ary, diterima beritalima.com, Kamis (9/10/2025) bahwa kebutuhan pendanaan iklim sebesar 282 milyar USD dengan kebutuhan untuk aksi mitigasi sebesar 281,18 milyar USD dan adaptasi sebesar 816,52 milyar USD.
Kebutuhan terbesar itu ungkap Deputi, berasal dari sektor energi sebesar 245,996 milyar USD dan kebutuhan sebesar 21,62 milyar USD untuk sektor FOLU, serta secara berturut sebesar 13 milyar USD untuk sektor limbah, 504 juta USD untuk sektor pertanian, dan 65 juta USD untuk sektor Proses Industri dan Penggunaan Produk/Industrial Processes and Product Use (IPPU).
Masih lanjut Ary, sejak 2016 pemerintah Indonesia telah mengembangkan sistem Climate Budget Tagging (CBT) untuk memperkuat transparansi pendanaan iklim. Sedangkan alokasi dana mitigasi naik signifikan dari 3,18 miliar USD pada 2016 menjadi 15,15 miliar USD pada 2017, dan terus meningkat.
“Sepanjang 2018–2024, total alokasi mencapai 31,74 miliar USD, dengan rata-rata 4,5 miliar USD per tahun. Upaya optimalisasi terus dilakukan untuk menjembatani kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan dana iklim nasional,” jelasnya.
Pungkasnya, Indonesia terus meningkatkan keragaman sumber pendanaan NDC dan perluasan kondisi pemungkin untuk memobilisasi pendanaan. Sedangkan penerapan Nilai Ekonomi Karbon Multiskema merupakan salah satu langkah yang dikembangkan untuk mengoptimalkan pendanaan iklim berdasarkan mandat Pasal 6 Persetujuan Paris dan kerangka regulasi yang ada.
“Melalui pendekatan multiskema perdagangan karbon, Indonesia membuka ruang bagi sektor swasta untuk memperkuat efisiensi dan mengadopsi teknologi rendah karbon. Di sisi lain, masyarakat dapat berpartisipasi melalui proyek-proyek skala kecil yang memberikan manfaat ekonomi sekaligus mendukung ketahanan iklim,” pungkasnya
Jurnalis : Dedy Mulyadi

