SURABAYA – beritalima.com, Persidangan kasus penjualan tanah di Karang Joang, Balikpapan dengan terdakwa Liem Inggriani dan Liauw Edwin Januar Laksmono di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, memasuki agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Kubu terdakwa menyebut perlahan rekayasa pada kasus tersebut terungkap. Salah satunya tercium adanya indikasi pemaksaan penyidikan yang diduga dilakukan oleh Mabes Polri.
Demikian diungkapkan tim kuasa hukum terdakwa Liem Inggriani dan Liauw Edwin Januar Laksmono, Yafet Kurniawan. Dalam keterangannya Yafet heran kenapa kliennya dijadikan tersangka bahkan berkas perkaranya bisa di P-21 kan oleh Kejaksaan Agung.
“Tidak ada satupun saksi dari pelapor yang dihadirkan jaksa di persidangan yang memberatkan klien saya. Sebab, faktanya memang tidak ada perbuatan pelanggaran yang dilakukan oleh klien saya,” kata Yafet di PN Surabaya. Jum’at (13/11/2020).
Contoh, saat kita dengarkan kesaksian dari pelapor yang mengatakan, persoalan antara Edwin dan Oenik dianggap selesai sejak tahun 2008.
Dikatakan juga oleh saksi bahwa Pien Thiono telah mencabut BAP begitupun dengan perjanjian dinotaris dan dianggap sudah sah.
“Lalu mengapa dengan keterangan saksi-saksi itu, klien saya malahan dijadikan tersangka oleh Penyidik Mabes Polri. Mengapa dengan keterangan saksi-saksi yang seperti itu, berkas perkara klien saya dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung. Apakah jaksa tidak memeriksa dengan secara teliti berkas klien kami,? itu kan menunjukkan kurang profesionalnya Jaksa, apalagi ini Kejaksaan Agung, institusi tertinggi,” keluh Yafet.
Dicontohkan lagi oleh Yafet, bahwa Ir. Pien Thiono dan Johanna Uniek sebelumnya juga membantah adanya transaksi jual beli, sudah mencabut pernyataannya. Dan mengatakan bahwa Pien Thiono memang membeli tanah tersebut di Balikpapan.
“Pembayarannya sudah lunas dengan menggunakan 3 BG ABN AMRO milik Pien Thiono sesuai dengan surat pernyataannya yang dibuat tanggal 20 September 2020,” kata Yafet.
Selain itu lanjut Yafet, baik Johanna Uniek dan Phien Thiono juga sudah mencabut isi BAP di Mabes Polri tertanggal 13 juni 2019 dan 26 Mei 2020. Namun pihak penyidik Mabes Polri tetap melanjutkan perkara klien saya,
“Dalam perkara ini saya berharap kepada Jaksa, karena tidak terungkap fakta terjadinya perbuatan, dan cek itu juga bisa dicairkan atas nama CV. Hansen. Pembeli pada saat itu hadir, dan juga sebelumnya dalam tuntutan perdata Oenik Djunani Asiem menggunakan akte dari notaris, untuk menuntut hak tagihnya. Kalau sudah menggunakan, akte dari notaris, itu kan memang mengakui dia (Oenik),” tandas Yafet.
Sementara Ngakan Made Suta, SH.MM, selaku notaris penjualan tanah dalam keteranganya juga mengungkapkan kalau kedua terdakwa tidak melakukan penggelapan ataupun penipuan seperti yang didakwakan oleh Jaksa. Kata dia.dalam kaitannya dengan jual beli dan perjanjian semacamnya terdakwa hanya sebatas saksi semata.
Dijelaskan Made Suta, bahwa Penjualan tanah milik bersama di Karang Joang itu, adalah Oenik Djunani Asiem dan pembelinya Phien Thiono.
Ditanya terkait uang sisa Rp 539.600. 000, yang dipertanyakan oleh pelapor Oenik Djunani Asiem.?
Notaris Ngakan Made Suta menjawab, pada tanggal 20 september 2008, 2 cek itu sudah dibuatkan kwintansi sudah siap dicairkan. “Tetapi pada tanggal 10 Desember 2008. Oenik Djunani Asiem dan terdakwa Liem Inggriani memberikan 2 cek itu kepada saya untuk menunda pencairannya, dengan alasan masih ada perhitungan pembagian,” jawab Made Suta.
Namun ada hal yang aneh, lanjut Made. Kalau pembagiannya separuh-separuh dan hasil penjualan tanah tersebut laku Rp 1,6 Miliar maka harusnya masing-masing dapat Rp 800 juta.
“Kenapa Oenik menuntut hanya Rp 539 juta 600 ribu. Karena sebelum menjual Oenik dan Liem membuat kesepakatan, bahwa hasil penjualan tanah ini sebenarnya untuk membayar hutangnya PT Kalitan di Bank Mandiri. Tapi ini di ingkari oleh pihak Oenik,” lanjutnya.
Dikatakan Made, keluarnya angka Rp 33,5 persen atau Rp 539.600.000, Oenik mengingkari maksud dari kesepakatan untuk dibayarkan hutang ke Bank Mandiri.
“Kalau kita baca kesepakatannya, jelas tidak ada uang lagi yang dibagi. Tanah tersebut laku RP 1,6 miliar dan pelunasan di Bank Mandiri yang dilakukan oleh terdakwa Liauw Edwin juga Rp 1,6 miliar. Sehingga sesuai ditulis dalam kwitansi Rp 1,6 miliar ini, disetorkan di rekeningnya pak Edwin,” sambungnya.
Pernyataan Notaris Made Suta itu sama dengan pernyataan saksi sebelumnya, Supri selaku admistrasi Bank Panin bahwa ada cek dan kwitansi yang sudah ditanda tangani dan cek itu bisa dicairkan.
Sedangkan manager Bank Mandiri Balikpapan, Sasinah pada saat bersaksi juga mengatakan bahwa ada permohonan kredit pada saat itu sebesar 3,75 miliar yang diajukan oleh Kastiyawan dan kredit itu disetujui. Namun yang melunasi kredit tersebut adalah Edwin. Ucap saksi secara Online.
Ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) DR. Sutanto, juga menjelaskan bahwa dalam pasal 1315 KUHAP tentang perjanjian sepihak dan 1340 KUHAP tentang persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.
“Jadi dalam hal ini tidak ada ke pura-puraan dalam jual beli,” papar Ahli saat itu. (Han)