JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dan Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto mensinyalir ada upaya dilakukan kekuasaan untuk dehabibienisasi terkait perombakan kelembagaan Iptek belakangan ini.
Politisi senior yang juga seorang teknorat ini merasa banyak peninggalan BJ Habibie yang hilang. “Saya mencatat akhir-akhir ini saja telah hilang atau dilebur kelembagaan Dewan Riset Nasional (DRN), Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), LIPI, Batan dan Lapan.
“Sebelumnya telah dihapus Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), Dewan Standarisasi Nasional (DSN) serta dimuseumkannya N-250 Si Gatot Kaca, pesawat produksi asli anak bangsa kebanggan Indonesia,” ungkap Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan tersebut
Dikatakan Mulyanto, negara tidak bisa begitu saja menghilangkan jejak pengembangan Iptek yang dibangun susah payah Begawan Teknologi BJ Habibie. Bangsa ini harus mengakui bahwa Habibie berhasil membangun struktur pembangunan teknologi Iptek (techno-structure) yang kokoh dan bermanfaat di Indonesia.
“Pak Habibie berhasil membangun human-ware (SDM), technoware (peralatan), orgaware (kelembagaan) maupun infoware (jaringan) yang berujung pada beroperasinya Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS),” tambah wakil rakyat dariu Dapil III Provinsi Banten ini.
BUMNIS merupakan wahana anak bangsa memproduksi peralatan Hankam dan sipil canggih mulai pesawat, kapal, tank, senjata, peledak, industri berat sampai elektronik. “Pada posisi tertentu, bisa dibilang, BUMNIS sangat berperan membangun kekuatan pertahanan dan keamanan nasional,” terang Mulyanto.
Ditambahkan, ide pengembangan Iptek Habibie sangat visioner. Ia ingin membangun kedaulatan dan kemandirian bangsa di berbagai bidang termasuk teknologi, agar Indonesia tidak tergantung dan didikte asing.
Apalagi Indonesia Negara kepulauan, yang membutuhkan infrastruktur transportasi antar-pulau dalam rangka membangun persatuan&kesatuan bangsa. “Jauh-jauh hari Habibie sudah mengibarkan upaya membangun keunggulan bersaing (competitive advantage) bangsa ini di samping terus mendayagunakan keunggulan SDA yang ada (comparative advantage).”
Ketimbang terlena pada kelimpahan SDA yang suatu saat akan habis dan kita terperangkap pada “kutukan SDA”, beliau meletakan dasar bagi ekonomi berbasis Iptek (knowledge based economy). “Tujuannya agar kita menjadi negara yang digerakkan oleh inovasi (Innovation Driven Country),” imbuh Mulyanto.
Dijelaskan, dulu mungkin banyak yang sinis dengan Habibienomic. Namun, sekarang World Economic Forum (WEF) dalam laporan tahunannya (Global Competitive Report) secara regular memantau daya saing atau keunggulan masing-masing Negara (entitas ekonomi) berdasarkan peringkat kemampuan inovasi mereka.
“Habibie mulai melalui pendekatan Negara, memperkuat kelembagaan Iptek Negara sebagai fasilitator dan dinamisator pembangunan Iptek, pertahanan dan ekonomi nasional, termasuk dengan dibangunnya Puspiptek di kawasan Serpong dan Cibinong, Bogor.
Saat Indonesia jatuh krisis dan kita memanggil IMF serta menandatangani LoI (letter of intent), yang menjadi sasaran tembak pertama kali adalah program-program kedaulatan teknologi bangsa ini termasuk PT. IPTN (Industri pesawat terbang Nusantara).
Hari ini, pemandangan yang nampak adalah SDM dan peralatan teknologi yang menua, kelembagaan Iptek demi satu berguguran. “Ini semua harus menjadi bahan renungan kita bersama dalam rangka membangun bangsa yang berdaulat, bangsa inovasi (innovation nation) ke depan,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)