JAKARTA, Beritalima.com– Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No: 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid 19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa hari lalu terlalu berlebihan.
Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan, Dr H Mulyanto kepada Beitalima.com, Jumat (3/4). Menurut anggota Komisi VII DPR RI tersebut, isi Perppu yang diajukan Pemerintah kepada DPR RI awal Maret lalu beririsan dengan banyak UU lain, bahkan UUD 1945 terkait pasal kewenangan fungsi anggaran DPR.
Harusnya, ungkap wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu, Pemerintah fokus hanya mengatur upaya penanggulangan virus Corona (Covid-19) dan dampak ekonomi yang ditimbulkan, tanpa klausul ‘dan/atau’ Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional ‘dan/atau’ Stabilitas Sistem Keuangan Negara. “Terlalu banyak tambahan dalam Perppu itu, jelas wakil rakyat membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup tersebut.
Mulyanto menilai, Pemerintah terkesan ingin memanfaatkan situasi darurat untuk melonggarkan berbagai kebijakan yang sebenarnya tidak terkait langsung dengan upaya penanggulangan pandemi Covid 19. Hal ini sangat bahaya karena berpotensi menimbulkan penyalagunaan kekuasaan (abuse of power) oleh Presiden.
“Judul Perppu saja membingungkan. Tadinya saya mengira Pemerintah akan mengajukan Perppu khusus terkait upaya penanggulangan Covid 19 dan dampak ekonominya. Bukan dalam rangka selain itu,” politisi bergelar Doktor Nuklir lulusan Tokyo Institute Technology (Tokodai) Jepang itu.
Dengan Perppu khusus penanggulangan Covid-19 saja, kita butuh waktu untuk mempelajari dan membahas, apalagi kalau ditambah ‘dan/atau’ dalam rangka ancaman lainnya. Pasti akan lebih lama pembahasannya. “Sebab banyak hal terkait yang perlu diperhatikan dalam UU lain,” tegas Mulyanto.
Padahal, kata Mulyanto, saat ini kita butuh kerja cepat untuk menghasilkan payung hukum penanggulangan Covid 19. Pemerintah harus fokus menyelesaikan persoalan besar yang dihadapi saat ini. Bukan malah memanfaatkan situasi dan mencari celah untuk menghindar dari berbagai ketentuan yang sudah diatur dalam UU lain.
Mulyanto mencontohkan, dalam Pasal 27 ayat 1, 2 dan 3 Perppu Corona ini dapat berpotensi menyuburkan tindak pidana korupsi. Pasal 27 ayat 1 disebutkan biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk di bidang perpajakan, belanja negara, keuangan daerah, pembiayaan, stabilitas sistem keuangan serta program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi, untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Pasal 27 ayat 2, secara umum dijelaskan, para pihak yang terkait dalam upaya penyelamatan ekonomi nasional ini tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata atas kebijakan yang dibuat. Sedangkan pada Pasal 27 ayat 3, secara umum diatur, semua keputusan terkait penyelamatan ekonomi nasional oleh para pihak bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
“Itu baru dari satu pasal kita melihat betapa Perppu sangat berbahaya jika disetujui. Untuk itu, PKS bakal berhati-hati dalam mempelajari, membuat keputusan terkait Perppu yang diajukan Pemerintah ini. Jangan sampai niat baik kita dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompok,” demikian Dr H Mulyanto M.Eng. (akhir)