JAKARTA, Beritalima.com– Wabah pandemik virus Corona (Covid-19) yang melanda dunia tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi multi sektor termasuk sektor ekonomi. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, krisis akibat pandemi ini mengharuskan Pemerintah melakukan extraordinary termasuk peraturan perundang-undangan sehingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait stabilitias sistem keuangan bisa merespons dampak ke depan yang berada di luar prediksi.
Karena itu, pemerintah bakal merevisi Undang-Undang (UU) terkait stabilitas sistem keuangan dengan peraturan lain yang kemungkinan bentuk payung hukumnya berupa Perppu karena menurut Sri melihat keseluruhan stabilitas sistem keuangan, perlu kehati-hatian mempersiapkan langkah yang diperlukan seandainya ada persoalan berkembang dan tidak bisa diselesaikan dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
Menanggapi itu, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr Hj Anis Byarwati memberikan pandangan, Perppu disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.”
Penetapan Perppu juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 UU No: 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) berbunyi: “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.'”
“Dari bunyi pasal di atas dapat diketahui bahwa syarat presiden mengeluarkan Perppu adalah dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,” ujar Anis.
Karena itu, Anis mempertanyakan hal ihwal kegentingan memaksa mana yang menjadi landasan diterbitkan Perppu baru ini. “Apa Perppu No: 1/2020 yang sudah disahkan menjadi UU No: 2/2020 dengan “powerfull” dan “imunitas maksimal” masih belum cukup sehingga Pemerintah mewacanakan akan menerbitkan Perppu baru?” tanya dia.
Anis juga mengingatkan, saat Pemerintah akan mengeluarkan Perppu No: 1/2020, Pemerintah mengatakan, akan menambah anggaran hingga Rp 405,1 triliun yang “sangat penting” bagi perekonomian negara, kehidupan masyarakat dan juga penanganan kesehatan akibat Covid-19.
Mengutip pernyataan Staf Khusus Menteri Keuangan saat itu yang menyatakan, jika tak ada Perppu, Pmerintah akan terbelenggu oleh defisit 3 persen yang diatur UU Keuangan Negara. Itu artinya, Pemerintah dipastikan melanggar UU. “Saat itu PKS menyatakan menolak Perppu No: 1/2020 meski kemudian DPR menyetujuinya.”
Ditambahkan, Perppu ini juga memungkinkan pemerintah mengambil langkah cepat untuk memfokuskan kembali dan realokasi anggaran, memanfaatkan dana abadi, mendorong pemda melakukan efisiensi, dan akhirnya membuka ruang untuk hibah dan utang karena tidak ada sumber lain menutup defisit yang diprediksi 5,07 persen. “Lantas, apalagi yang akan menjadi alasan Pemerintah menerbitkan Perppu baru kali ini?” tanya ekonom lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tersebut. (akhir)