MADIUN, beritalima.com- Sidang perkara perdata antara pemilik variasi mobil “Surya Abadi” di Jalan Musi, Kota Madiun, melawan Walikota Madiun, kembali digelar di Pengadilan Negeri Kota Madiun, Jawa Timur, dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan pihak penggugat, Rabu 1 November 2017.
Menurut keterangan saksi, Sukarno, bahwa penggugat telah menempati lahan yang kini menjadi variasi mobil “Surya Abadi” sejak tahun 1977.
“Jadi waktu itu (tahun 1977), dulu tanah itu bekas terminal Sleko dan kosong. Masih berupa tanah kosong. Kemudian penggugat mendirikan sebuah bangunan,” kata Sukarno, yang pernah bertugas di Seksi Pemerintahan Kecamatan Taman, Kota Madiun.
Setelah mendengar keterangan saksi, sidang ditunda Selasa pekan dengan agenda yang sama. Namun saksi yang akan dihadirkan pihak penggugat adalah saksi fakta dan saksi ahli. “Sidang ditunda hari Rabu tanggal 7 November 2017,” kata ketua majelis hakim, Mohamad Djunaedi.
Diberitakan sebelumnya, meski sudah dilakukan mediasi sebanyak dua kali, sengketa lahan antara Herlyana (penggugat I) dan suaminya Johan Suryapurnama Salim (penggugat II) yang juga pemilik variasi mobil di Jalan Musi, Kota Madiun melawan Walikota Madiun yang diwakili Kabag Hukum Setda Kota Madiun, Budi Wibowo, tidak menemukan titik temu. Karena itu, gugatan yang diajukan para penggugat melalui kuasa hukumnya, Adi Wibowo, berlanjut ke pemeriksaan pokok perkara.
Dalam sidang perdana (4/10), Adi Wibowo menguarai seluruh isi gugatannya di hadapan majelis hakim. Dalam gugatannya, para penggugat adalah pemilik buku tanah hak guna bangunan (HGB) Nomor 92 yang terletak di Kelurahan Pandean, Kecamatan Taman, Kota Madiun. Tanah ini merupakan tanah negara bebas dengan hak pengelolaan lahan (HPL) . Hal tersebut sesuai perjanjian antara tergugat (Walikota Madiun) dengan penggugat I (Herlyana) Nomor 181.1/143.003/1997 dan adendum Nomor 181.1/509./413.003/1997.
“Bahwa, para penggugat telah menguasai tanah bebas eks terminal Sleko, Kota Madiun, sejak tahun 1977. Bahwa, pada tahun 1996, tanah yang dikuasai penggugat secara administrasi oleh pemerintah diberikan hak penguasaan lahan untuk service mobil,” demikian isi sebagian gugatatan yang dibacakan kuasa hukum para penggugat, Adi Wibowo.
Namun tiba-tiba, tanggal 2 Maret 2015, para penggugat menerima surat dari tergugat yang isinya agar para penggugat menyerahkan obyek tanpa syarat. Tapi ketika surat tersebut dijawab oleh para penggugat, tidak mendapatkan tanggapan dari tergugat.
Selain perjanjian tersebut ada adendum Nomor 181.1/248/413.003/1997 antara penggugat dengan tergugat tentang hak untuk mengajukan permohonan HGB atas hak pengelolaan Nomor 2 Kelurahan Pandean.
Isinya, pihak kedua (penggugat) menyetujui untuk memberi uang kompensasi kepada pihak ke I (tergugat) sebesar Rp.300 ribu/tiap bulan. Jika ada keterlambatan dikenakan denda sebesar 10 persen. Setiap 5 tahun sekali diadakan peninjauan kembali baik besarnya kompensasi maupun pajak lain sesuai perkembangan moneter berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan alasan sebagaimana yang telah diuraikan, penggugat minta kepada majelis hakim yang menangani perkara ini memutus dengan amar putusan, dalam provisi, mengabulkan gugatan provisi penggugat untuk seluruhnya. Menetapkan pengelolaan obyek sengketa sesuai sertifikat HGB nomor 920 atas nama Herlyana secara keseluruhan kepada penggugat seperti kedudukan semula selama bergulirnya perkara aquo dalam pemeriksaan di persidangan dan selama proses gugatan belum berkekuatan hukum tetap.
Kemudian dalam pokok perkara, hakim diminta mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan surat perjanjian nomor 181.1/248/413.003/1997 tanggal 13 Maret 1997 jo adendum surat perjanjian nomor 181.1/509/413.003/1997 tentang pemberian hak untuk mengajukan permohonan hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan Nomor 2 Kelurahan Pandean, adalah sah. (Dibyo).
Foto: Dibyo/beritalima.com