KUPANG, beritalima.com – Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I 2020 tercatat 2,84% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,32% (yoy). Hal tersebut didorong oleh dampak penanganan pandemi COVID-19 yang mulai mempengaruhi kegiatan ekonomi Provinsi NTT, terutama permintaan domestik. Konsumsi Rumah Tangga tercatat 4,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kinerja pada triwulan IV 2019 sebesar 4,58% (yoy).
Demikian disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Nusa Tenggara Timur, I Nyoman Ariawan Atmaja, saat menyampaikan materi tentang Perkembangan Terkini Ekonomi dan Keuangan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada kegiatan Sasando Dia “ Sante-Sante Duduk Baomong Deng Media” paada Selasa (19/5/2020).
Dikatakan Nyoman, kinerja lapangan usaha utama Provinsi NTT yakni Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada triwulan I 2020 tercatat tumbuh sebesar 2,55% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2019 yang mencapai 7,79% (yoy).
Menurut dia, perlambatan tersebut dipengaruhi oleh curah hujan yang rendah mengganggu produktivitas pertanian serta virus flu babi Afrika yang menahan kinerja sublapangan usaha peternakan.
Sementara itu, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi NTT pada April 2020 tercatat 0,07% (mtm) atau 1,71% (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 2,67% (yoy). Hal ini menunjukan bahwa faktor rendahnya permintaan mulai mengurangi tekanan inflasi seiring langkah-langkah penanganan pandemi COVID-19 antara lain physical distancing dan pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah. Rendahnya inflasi juga dipengaruhi oleh terjaganya inflasi kelompok bahan makanan, didukung sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah dalam lingkup Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Bank Indonesia meyakini sampai akhir tahun 2020, inflasi Provinsi NTT akan terkendali di bawah kisaran sasaran inflasi nasional 3±1%.
Sejak merebaknya pandemi COVID-19, Bank Indonesia terus memperkuat seluruh instrumen bauran kebijakan yang dimiliki. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah, mengendalikan inflasi, mendukung stabilitas sistem keuangan, dan pada saat yang sama mencegah penurunan kegiatan ekonomi lebih lanjut berkoordinasi erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Bauran kebijakan Bank Indonesia tersebut terdiri dari 6 aspek penting, yakni pertama, menurunkan BI 7 day (Reverse) Repo Rate dua kali, masing-masing sebesar 25 bps, dari 5,00% di Januari menjadi 4,50% di April 2020. Kedua, menggunakan cadangan devisa untuk melakukan intervensi di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menstabilisasi nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar yang sebelumnya hampir menyentuh Rp17.000 menjadi di bawah Rp15.000 saat ini; ketiga, memperluas instrumen dan transaksi di pasar uang dan pasar valas, seperti lindung nilai (hedging), swap valas, dan penyediaan term repo untuk kebutuhan perbankan; keempat, melakukan injeksi likuiditas (quantitative easing) ke pasar uang dan perbankan melalui pembelian SBN dari pasar sekunder, penyediaan likuditas perbankan dengan repo SBN, swap valas, serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah; Pelonggaran kebijakan makroprudensial seperti Loan to Value Ratio (LTV), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), serta penurunan GWM Rupiah untuk pembiayan dunia usaha khususnya untuk eskpor impor maupun untuk UMKM dalam rangka memitigasi dampak COVID-19
Dan meningkatkan kemudahan dan kelancaran sistem pembayaran, seperti mengedarkan uang yang higienis, mendorong transaksi nontunai (uang elektronik, internet banking, dan QRIS) serta elektronifikasi penyaluran bantuan sosial Pemerintah (PKH, BPNT, KartuPrakerja, dan lain-lain)
Sementara itu, upaya-upaya yang telah dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terkait COVID-19 antara lain, pertama, melaksanakan upaya pengendalian inflasi dalam lingkup TPID untuk menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, dan kelancaran distribusi bahan makanan serta komunikasi efektif untuk mencegah panic buying masyarakat; kedua, mendukung pencegahan dan penanganan COVID-19 di Provinsi NTT melalui Program Sosial Bank Indonesia berupa penyediaan wastafel portabel di tempat umum, APD kepada tenaga medis, masker dan hand sanitizer kepada masyarakat, serta sembako kepada masyarakat miskin; ketiga melaksanakan program pemberdayaan UMKM berupa pelatihan online untuk meningkatkan kompetensi, kualitas produk dan inovasi UMKM di tengah COVID-19; keempat, melakukan karantina setoran bank selama 14 hari sebelum diolah dan diedarkan kepada masyarakat; kelima bekerjasama dengan Polairud Polda NTT untuk distribusi uang ke sembilan kas titipan (Atambua, Maumere, Waingapu, Ende, Ruteng, Lembata, Waikabubak, Kalabahi, dan Labuan Bajo) di tengah pembatasan moda transportasi, dan keenam melaksanakan protokol kesehatan di lingkungan BI NTT untuk mencegah COVID-19 antara lain pengecekan suhu tubuh, kewajiban penggunaan masker, penerapan work from home, meniadakan kegiatan yang melibatkan banyak orang, penyediaan hand sanitizer, serta penyemprotan disinfektan secara berkala
Dikatakan, perlambatan ekonomi Provinsi NTT diprakirakan berlanjut pada triwulan II 2020 seiring berlanjutnya kebijakan penanganan pandemi COVID-19.
Perekonomian Provinsi NTT diperkirakan membaik mulai triwulan III 2020 dan pada akhir tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT diperkirakan pada kisaran 2,85%-3,35% (yoy). (*/L. Ng. Mbuhang)