KUPANG, beritalima.com – Petani jagung peserta Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tahap III 2019, bersama BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang dan pemerintah Kota Kupang mengakhiri rangkaian kegiatan dengan panen raya jagung di petak percontohan, Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (25/7/2019).
Panen raya jagung ini, Kabid Desiminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Pusat, Hary Tirto Djatmiko, Plt Asisten Admistrasi Umum Setda Kota Kupang, Eduard John Pelt, 25 peserta SLI-3, dan undangan lainnya.
Plt Kepala BPS Kota Kupang, Mangiring Situmorang saat menyampaikan hasil analisa mengatakan, BPS Kota Kupang bekerjasama dengan BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang, dan Dinas Pertanian Kota Kupang melakukan ubinan jagung pada Rabu (17/7/2019) di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Ubinan tersebut bertujuan untuk menghitung produktivitas tanaman jagung pada SLI-3 yang diselenggarakan oleh BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang. Menurutnya, khsusus tanaman jagung pada SLI tersebut, dibagi dalam dua jenis, yaitu jagung jenis lamuru dan kumala, dengan perlakuan sprinkle dan manual.
Hasil dari ubinan yang telah dilakukan, kata Situmorang, menunjukkan bahwa produktivitas rata – rata untuk 12 petak tersebut adalah 7,29 ton per hektar untuk potongan basah, dan 4,13 ton per hektar untuk pipilan kering.
“ Secara keseluruhan tanaman jagung jenis lamuru produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan jagung kumala dari 12 perlakuan. Tanaman jagung jenis lamuru dengan pengairan manual memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan sprinkle. Ini hasil pengamatan kita kemarin, kata Situmorang.
Namun pada tanaman jenis kumala terjadi sebaliknya, produktivitas jenis jagung kumala dengan pengairan manual memiliki produktivitas lebih rendah dibanding dengan sprinkle.
“ Rata – rata produktivitas jagung pada 12 petak ini, masih dibawah rata – rata kualitas jagung di Kota Kupang yang selama ini kita dapatkan, yaitu 5,62 ton per hektar,” tambah dia.
Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang, Apolinaris S. Geru mengatakan, kegiatan SLI-3 merupakan upaya peningkatan pemahaman para petani penyuluh pertanian, maupun pihak lainnya terkait informasi iklim dan pemanfaatannya untuk menunjang keberhasilan di sektor pertanian.
Kegiatan SLI-3 ini merupakan suatu pendidikan non formal atau pertemuan dan pengalaman proses belajar (yaitu lebih sedikit ceramah tetapi lebih banyak praktek dari metode atau model yang diberikan) berdasarkan kebutuhan lokal.
Dikatakan Apolinaris, SLI-3 NTT tahun 2019 yang telah berlangsung selama 114 hari (2 April hingga 25 Juli 2019) mengaplikasikan informasi iklim dengan penanaman komoditas palawija jagung. Hal ini sejalan dengan program pemerintah pusat yang menjadikan NTT sebagai sentra pengembangan jagung nasional serta harapan Gubernur NTT soal kemampuan daerah dalam produksi benih.
“ NTT memang bersaing dalam produksi jagung untuk kebutuhan nasional karena produksi rata – rata baru mencapai 3 ton per hektar, sementara luas lahan untuk pertanaman jagung merupakan terluas ketiga di Indonesia (363.505 ha). Sedangkan untuk wilayah keamatan Maulafa dan Kota Kupang produktivitas jagung pada tahun 2017 sebesar 5,62 ton/ha (BPS, 2018).
Percobaan yang dilakukan dalam SLI-3 ini bertujuan ingin mengetahui daya adaptasi dua varietas jagung di dalam lahan kering pada saat musim kemarau dimana kondisi air untuk kebutuhan tanaman sangat terbatas, dan diharapkan dapat menghasilkan varietas yang berproduktivitas tinggi sehingga dapat dijadikan rekomendasi untukkegiatan selanjutnya.
Plt Asisten Administrasi Umum Setda Kota Kupang, Eduard John Pelt ketika menutup kegiatan SLI-3 tahun 2019 mewakili Wali Kota Kupang mengatakan, tugas pokok dan fungsi BMKG sebenarnya jauh dari kegiatan ini, tetapi begitu pedulinya BMKG terhadap ketahanan pangan daerah ini maka pelaksanaan kegiatan ini dapat dilaksanakan.
“ Kalau kita melihat bahwa kegiatan SLI ini biasanya dilaksanakan oleh instansi teknis, tetapi kita bersukur bahwa BMKG sudah begitu peduli ketahanan pangan di negara ini, provinsi ini dan bahkan di Kota ini, sehingga pelaksanaan kegiatan ini bisa dilaksanakan oleh BMKG dari pusat sampai ke daerah,” kata John Pelt.
“ Saya atas nama pemerintah Kota Kupang menyampaikan terima kasih kepada BMKG dan jajarannya yang telah melaksanakan berbagai upaya untuk membantu pemerintah Kota Kupang dalam meningkatkan ketahanan pangan di Kota Kupang,” kata Jhon Pelt.
Kegiatan SLI tidak hanya untuk menghasilkan rekomendasi, tapi diharapkan nanti dapat diimplementasikan di dalam kegiatan rutin daripada petani di kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa maupun Kota Kupang pada umumnya.
Kabid Desiminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Pusat, Hary Tirto Djatmiko mengatakan, suatu bangsa akan hidup sejahtera apabila kebutuhan pangan nasional berkucupan dengan baik. Disisi lain, kejadian ekstrem yang sering terjadi pada dekade terakhir ini telah menimbulkan banyak kerugian dari berbagi sektor termasuk sektor pertanian.
Ia mengatakan, hingga tahun 2018 secara nasional SLI telah menjangkau lebih dari 9.000 peserta dari penyuluh pertanian, pemerintah daerah, Babinsa, dan petani di 33 provinsi, bahkan apdate terbaru hampir mendekati 9.000 peserta.
SLI ini dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama peserta dari Pemda, Babinsa dan Dinas Pertanian. Untuk tahap kedua, target pesertanya adalah penyuluh di lapangan atau PPL. Yang mana PPL inilah menjadi jembatan antar informasi BMKG untuk diterjemahkan ke petani yang lebih mudah bahasanya.
Sedangkan untuk tahap III, selanjutnya PPL yang sudah terdidik SLI kedua akan mengikuti tahapan selanjutnya bersama – sama dengan petani dan kelompok tani turun ke lapangan untuk mempraktekan langsung. (L. Ng. Mbuhang)