GOWA. Para petani sawah di Desa Panciro Gowa akhir Mei 2021 di areal persawahan telah diperkenalkanb uji coba alat semprot pupuk dan pestisida menggunakan pesawat tanpa awak (drone).
Pada uji coba tersebut pesawat tanpa awal terbang rendah mengelilingi area persawahan di wilayah Panciro dengan disaksikan para petani, penyuluh pertanian dan aparat desa.
Demikian ditegaskan Kasi Pemerintahan Desa Panciro Gowa, Fhadly, S.Sos kepada media Rabu (3/6/2021).
Dijelaskan, pengenalan uji coba drone penyemprotan itu, jadi salah satu bukti perkembangan alat teknologi menunjang proses pertanian di desa.
Lewat pesawat tanpa awak, akan memudahkan dan lebih efesien dan efektif ketika ada penyemprotan pupuk atau pestisida di lahan pertanian.
Sekiranya menggunakan manusia tentu membutuhkan waktu dan tenaga dalam penyemprotan, tetapi dengan alat drone pekerjaan akan semakin cepat, mudah dan efesien selesai.
Proses uji coba drone yang difasilitasi pihak dari Advansi, penyemprotan pada dunia pertanian ini berjalan dengan baik para petani dan warga sekitar kagum dengan cara kerja drone dibanding dengan tenaga manusia, kata sarjana Fisip Unhas ini.
Pada kesempatan lain Kades Panciro Gowa, Anwar Dg Malolo menambahkan, petani di Desa Panciro dapat panen tiga kali setahun dengan memanfaatkan pompa air guna mengairi lahan persawahan.
Saat ini di Panciro terdapat 13 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan masing-masing Gapoktan beranggotakan 25 petani.
Masing masing Gapoktan itu mengelola lahan sekitar 25 Ha malah ada yang lebih dan jadi total lahan areal pertanian tanaman padi sekitar 500 ha. Rata-rata sekali panen mampu menghasilkan gabah sebanyak 500 ton, kata Putra Panciro kelahiran 10 Pebruari 1976.
Pompa air untuk kebutuhan mengairi lahan persawahan petani itu saat ini berjumlah 100 pompa, beberapa di antara berupa bantuan dari pemerintah tetapi ada juga pengadaan secara swadaya para petani, tandasnya.
Panciro sebagai wilayah penyanggah dari Kota Metropolitan Makassar, sehingga ada sekitar 40 persen jumlah penduduk sekitar 9000 jiwa, bekerja dan mencari hidup di Makassar, ungkap mahasiswa S2 Manajemen PPs-Universitas Indonesia Timur ini.
Karena posisi daerah penyanggah sehingga setiap saat butuh lahan untuk pemukiman. Perjalanan waktu lahan lahan pertanian itu hampir setiap saat mengalami penyusutan karena alih fungsi lahan jadi pemukiman dan lahan kebutuhan lain, ungkapnya.
Warga Desa Panciro cukup banyak yang bekerja di sektor informal, seperti buruh bangunan tukang batu, tukang kayu, penjual keliling dan pekerjaan lainnya, katanya.
Saat ini ada empat dusun di Desa Panciro yakni; Dusun Mattirobaji, Kampung Parang, Bontoramba dan Bontoramba Selatan. (ulla).