Jombang | beritalima.com – Soal kopi sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat pada umumnya baik kopi arabika, robusta maupun excelsa. Tiap daerah memiliki citarasa kopi yang berbeda dan berpengaruh pada ketinggian penanamannya.
Di Indonesia tidak begitu banyak perkebunan kopi excelsa namun yang paling banyak memproduksi kopi excelsa berada di lereng gunung Anjasmoro, tepatnya di wilayah Kecamatan Wonosalam, 30 km dari pusat kota Kabupaten Jombang. Namun petani kopi Wonosalam tengah branding kopi excelsa.
Masing – masing kopi memiliki karakter pertumbuhannya. Paling rendah kopi excelsa tumbuh diatas ketinggian 350 mdpl. Sedangkan kopi robusta tumbuh diatas 500 mdpl dan arabika tumbuh maksimal diatas 700 mdpl.
“Untuk ketinggian pada tanaman kopi sangat berpengaruh seperti arabika di ketinggian 300 mdpl tidak bisa berbuah efektif karena kurang sehat dan panas,” jelasnya.
Sedangkan kopi excelsa menurut Bambang selaku petani kopi yang tergabung dalam KKW dan AKW, dari 0 mdpl sampai 600 mdpl terbilang bagus. Sebaliknya bila ditanam diatas ketinggian 700 mdpl kurang maksimal yakni tumbuh subur tapi tidak mau berbuah.
Panen kopi pun, kata Bambang yang juga sebagai Ketua AKW, tidak bisa berbarengan melainkan musiman dalam satu tahun sekali panen. Kopi arabika boasanya panen bulan Mei. Kemudian kopi robusta panen bula 6 – 7, setelah panen kopi excelsa tiap bulan 8 sampai bulan 11 atau Nopember.
“1 hektar perkebunan kopi sejatinya bisa menghasilkan 1 ton, namun selam ini petani tidak dalam 1 ha atau 2 ha melainkan terbagi bidang – bidang,” terangnya.
Kopi dari hasil panen, petani bisa menjual langsung ke tengkulak maupun ke koperasi. Kopi yang dijual ke koperasi naik Rp1000 dari harga pasar. Kopi excelsa dijual ke tengkulak Rp26.000 per kilogramnya namun dijual ke koperasi dihargai Rp27.000. Kopi arabika ke tengkulak Rp40.000 ke koperasi Rp41.000, begitu juga robusta ke tengkulak Rp28.000 ke koperasi Rp29.000.
“Semua kopi yang masuk koperasi telah disortir menjadi kopi pilihan dan tidak asalan,” tuturnya.
Kopi campuran atau asalan menjadi murah harganya namun kalau dipisahkan jenisnya menjadi great 1 seperti arabika kalau dijual ke pembeli Rp85.000 – 130.000 per kilogramnya dibanding asalan hanya Rp40.000 hingga selisihnya terlihat banyak.
“Kopi excelsa bisa mencapai Rp75.000 dibanding asalah hanya 35.000. Sedangkan kopi robusta 40.000 sedangkan harga asalan Rp30.000,” tukasnya.
Yang menjadi permasalahan kata Ketua Asosiasi Kopi Excelsa Wonosalam, belum bisa menampung semua panen kopi dari petani karena baru berdiri Desember 2021 lalu dan modalnya masih kecil. Kedepan sistemnya seperti itu.
“Walaupun baru berdiri tapi sudah ada pembeli dari luar negeri yaitu ke Jerman pada kopi excelsa, ini sebagai uji coba namun bilamana di Jerman suka akan berlanjut. Juga pernah dikunjungi dari salah satu staf Menteri perdagangan arab saudi,” tegasnya.
Namun tantangan saat ini ungkap Bambang, masalah SDM untuk mengurus koperasi kendati demikian tetap komunikasi dengan pemilik cafe agar bisa menyerap hasil panen.
“Saat ini tidak ada panen melainkan melayani penjualannya saja,” pungkasnya.
Reporter : Dedy Mulyadi