TULUNGAGUNG, beritalima.com- Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, gelar rapat kerja pengurus daerah. Rapat menyusun program kerja jangka pendek maupun jangka panjang, periode 2021-2027.
Dalam rapat kerja pengurus, ada beberapa bidang yang menjadi topik pembahasan, yakni, bidang SDM, bidang kerjasama organisasi dan sosial, bidang Infokom, bidang Advokasi, dan bidang Ekonomi.
Nur Qomarudin, S.Pd.I selaku Ketua PGSI menyampaikan bahwa, ada target yang harus tercapai baik internal maupun eksternal PGSI. Sabtu, (2/4/2022).
“Targetnya, pemberdayaan organisasi secara internal, sehingga, pengurus memiliki wawasan dalam bidang organisasi. Kemudian secara ekternal, bagaimana kita bisa menempatkan fungsi organisasi profesi sebagaimana mestinya, yaitu melindungi, memperjuangkan, mengembangkan kompetensi guru,” ucap ketua.
Menurut Qomarudin, yang paling utama di internal organisasi, yaitu, peningkatan SDM, bagaimana pengurus mampu dan menguasai dinamika yang berkembang.
PGSI juga berkomitmen untuk pengembangan wilayah di masing-masing kecamatan, sehingga, terjadi pemerataan pengurus.
Untuk program terdekat PGSI yaitu, pendampingan terkait kesejahteraan guru, menjalin komunikasi dan koordinasi dengan lintas sektoral di berbagai bidang yang ada di Tulungagung.
“Karena masih banyak yang belum kenal dengan PGSI, secara eksternalnya dulu kita sosialisasi. Selanjutnya, mencari solusi – solusi terkait masalah guru, terutama guru swasta,” tambah Qomarudin.
Saat ini menurut Ketua PGSI, gaji guru swasta masih minim sekali dan harus diperjuangkan, agar mendapat gaji yang layak.
“Gaji guru swasta saat ini variasi, mulai dari 100 ribu – 350 ribu, tergantung kebijakan masing – masing sekolah. Hasil hearing kami dengan Dewan komisi A kemarin, insentif yang diberikan Pemkab dari 250 ribu menjadi 350 ribu,. Itupun, kuotanya hanya di lingkup Diknas saja,” terang ketua.
Pengurus PGSI akan mengadakan survei di lapangan dan akan menggali itu, berapa jumlah guru swasta dan gaji rata-rata yang diterima guru swasta di Tulungagung.
“Untuk standar kesejahteraan guru, guru itu bekerjanya terstruktur, dengan mekanisme tertentu, bukan pekerja bebas, minimal gaji mereka UMK. Perlu kesepakatan dan pemahaman antara yayasan dengan Pemerintah, belum terjalinnya komunikasi yang bagus dan komitmen. Ini aneh, kalau anaknya diakui sebagai produknya, tetapi orang tuanya tidak diakui,” tutup Qomarudin.
Sementara itu, Soim ketua pembina PGSI mengatakan, Ini sebagai awal untuk mengawal guru – guru seluruh Indonesia khususnya di Kabupaten Tulungagung.
“Dengan adanya Raker ini, setidaknya kita akan merancang, memprogram hal – hal yang harus kita back up bersama, bagaimana guru di Tulungagung sudah ada yang punya tunjangan atau belum. Guru yang gajinya masih minim, dan bagaimana cara kita mampu mengentaskan berbagai macam persoalan lainnya,” kata Soim.
Soim mengajak berjuang bareng tidak hanya untuk internal, melainkan, untuk para guru yang ada di Tulungagung. Agar terangkat kesejahteraannya, kemudian mampu meningkatkan SDM guru. Sehingga, bahasa kualitifikasi, dan bahasa keahlian bisa tercapai.
“Hasil dari ini nantinya kita tunjukkan kepada masyarakat tulungagung, dan juga kita sampaikan kepada pemangku kebijakan, agar beliau semua mengetahui peran PGSI di Tulungagung. Insya Allah semangat kita bareng bareng, berjuang bareng.Tidak hanya mengatakan perjuangan, pengorbanan, tetapi, kita akan memenuhi aksinya,” tutur Soim.
Ali Sodik sekretaris PGSI menambahkan, mengadvokasi guru – guru non PNS, jadi hanya PGSI yang punya, dan ini nanti rencana terkait bidang hukum. Meminta kepada pengurus untuk bekerjasama dengan kejaksaan negeri, kepolisian, untuk memberikan pemahaman wawasan tentang hukum.
“Jadi, PGSI nannti punya bidang hukum yang akan mengadvokasi tentang guru. Sehingga, di PGSI nanti entah di bawah naungan Dinas Pendidikan maupun kementerian agama, harus seimbang dan adil,” kata Sodik.
Sodik juga menjelaskan, PGSI menjadi wadah guru non PNS yang teraniaya dan harus diperjuangkan. Dugaan ada intervensi yang mendalam terhadap guru Guru Tidak Tetap (GTT), ini harus diperjuangkan tentang azas dan dasar hukumnya.
Selain itu, jumlah guru non PNS yang ada di bawah naungan PGSI tercatat ada 3400 anggota yang berada di seluruh wilayah di Tulungagung.
“Guru non PNS harus jelas tentang tataran kemanusiaannya, peraturan OMR Tulungagung satu juta lebih, kalau guru digaji 200-300 namanya penghinaan terhadap pendidikan. Peran guru disini harus lebih sejahtera dari buruh, karena guru pendidik buruh yang sekarang sukses. Guru mencerdaskan kehidupan generasi penerus bangsa,” tandas Sodik. (Dst).