MADIUN, beritalima.com- Penasehat hukum (PH) industri obat “Nurusy Syifa” di Jalan Raya Madiun-Ponorogo, Jawa Timur, akan melaporkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya, ke BPOM Pusat.
Hal tersebut terkait penggerebekan pabrik tersebut oleh BPOM Surabaya bersama Sat Reskoba Polres Madiun, beberapa waktu lalu.
Menurut Penasehat Hukum “Nurusy Syiva”, Usmanbaraja, SH, kliennya sangat dirugikan atas penggerebekan dan penyegelan industri obat yang berawal dari laporan BPOM Surabaya ke Polres Madiun. Alasannya, industri obat milik kliennya, legal.
“Kita akan laporkan BPOM Surabaya ke BPOM Pusat. Tindakan BPOM Surabaya sangat merugikan klien kami,” kata Usmanbaraja, SH, kepada wartawan, Minggu 8 Oktober 2017, malam.
Sementara itu, menurut pemilik “Nurusy Syiva”, Suparno, seharusnya BPOM Surabaya mengambil langkah administratif, bukan melapor ke polisi. Karena sesuai Permenkes Nomor: 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, diatur jika BPOM menemukan produk yang belum ada ijin edarnya, maka tindakan yang dilakukan adalah melakukan peringatan secara tertulis, melakukan larangan pengedaran dan penarikan dari pasar, perintah pemusnahan obat jika dianggap berbahaya, penghentian produksi sementara waktu dan pembekuan ijin farmasi.
“Tapi ini BPOM sudah keluar dari aturan dengan melapor ke polisi,” kata Suparno, dengan didampingi penasehat hukumnya, Usman Baraja, SH.
Untuk diketahui, Satuan Reserse Narkoba (Sat Reskoba) Polres Madiun, bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya menggerebek home industri obat “Nurusy Syifa” milik Suparno, di Jalan Raya Madiun-Ponorogo Ponorogo No 11, Kelurahan Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/9) dini hari.
Dari hasil penggerebekan, polisi menyita ribuan butir obat tradisional yang tidak memiliki izin edar dari BPOM. Penggerebekan dilakukan setelah petugas mendapatkan informasi pabrik tersebut memproduksi obat tradisional tak berizin. Namun ada juga produksi yang ada ijin edarnya.
Atas perbuatannya, Suparno yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dijerat dengan pasal 196 dan pasal 197 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp.1,5 milyar.
Namun meski pernah ditahan, namun kini tersangka sudah bisa menghirup udara bebas dengan jaminan dari pengacaranya.
“Ditaguhkan penahanannya. Jaminannya saya. Tidak mungkin klien saya mau lari,” terang Usmanbaraja, SH. (Dibyo).
Ket Foto: Suparno (kiri) Usmanbaraja, SH (kanan).