SURABAYA – beritalima.com, Dua tersangka korupsi di BRI Pasar Turi dan BRI Petemon, Surabaya menjalani proses tahap II (pelimpahan berkas perkara dan tersangka) dI Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Surabaya. Jum’at (4/2/2022).
Tersangka APW merugikan keuangan negara pada BRI Unit Pasar Turi Periode Tahun 2020 sebesar Rp. 1.464.539.466 sedangkan tersangka FT di BRI Unit Petemon Periode Tahun 2017 sampai 2021 sebesar Rp. 617.812.135.
Kasi Intelijen Kejari Surabaya Khristiya Lutfiasandhi, SH., MH dalam keterangan tertulisnya menyebut tersangka didakwa dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.
Selanjutnya jelas Khristiya, Jaksa Penunjukan Penuntut Umum (JPU ) melakukan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana (P-16A) Nomor: Print- 02/M.5.10/Ft.1/02/2022 untuk tersangka APW dan Nomor: Print- 03/M.5.10/Ft.1/02/2022 untuk tersangka FT guna melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan barang bukti (Tahap II).
“Kedua tersangka saat ini dilakukan penahanan oleh Penuntut Umum di Rutan Cabang Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk 20 hari kedepan sebelum nantinya akan dilakukan pelimpahan Berkas Perkara Ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi,” jelasnya dalam pers rilisnya.
Diterangkan Khristiya, awalnya tersangka APW dan tersangla FT sengaja mengajukan pinjaman kredit PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Unit Pasar Turi dan Unit Petemon sebesar Rp. 1.464.539.466 untuk tersangka APW dan Rp. 617.812.135 untuk tersangka FT.
Kemudian, pinjam tersebuf diproses oleh Eirin Sikinaningsih dan cair, uang dibawa oleh tersangka APW dan FT dengan menggunakan dokumen-dokumen perkreditan fiktif, atau palsu atau dokumen-dokumen perkreditan yang tidak dapat diyakini dan dipertanggung jawabkan kebenarannya.
“Proses kredit tersebut dilakukan tanpa didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asas-asas perkreditan yang sehat, jujur, obyektif dan profesional,” terang Khristiya
Ditambahkan Khristiya, sebagian agunan yang diajukan pada saat proses pengajuan kredit tersebut bukanlah milik dari tersangka APW dan FT, melainkan milik orang lain yang di ambil tanpa seijin dan sepengetahuan pemiliknya dan sebagian lagi adalah palsu.
Sehingga pengamanan agunan yang meliputi pengikatan, asuransi serta perpanjangan sebagai, bentuk mitigasi risiko Second Way Out tidak dapat dilaksanakan sesuai putusan kredit atau ketentuan yang berlaku.
“Hal inilah yang menyebabkan befpotensi merugikan negara. Patut diduga figut mereka adalah fiktif atau hanyal wayang semata,” pungkas Khristiya. (Han)