Pilih PDIP, Lia Istifhama Laksanakan ‘Wasiat Sejarah’ dan Bangkitkan Spirit ‘Mega Bintang’

  • Whatsapp

Oleh: Abdur Rahman 
Seperti diketahui bahwa Keponakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawwansa, Lia Istifhama resmi mendaftar sebagai bakal calon wakil wali Kota Surabaya (Bacawawali) dari PDI Perjungan. Kepastian itu didapat setelah putri KH Masjkur Hasjim itu mengembalikan formulir pendaftaran ke kantor DPD PDI Perjuangan Jatim di Jalan Kendangsari, Surabaya, pada Sabtu, 14 September 2019.dengan No. Urut 14. (L14).


Dan hingga menjelang penerbitan rekomendasi partai Ning Lia terus setia pada PDIP dan tidak terpengaruh oleh rayuan dan ajakan pihak-pihak lain untuk mendaftar dari partai lain
“Sekali Menentukan Pilihan, Maka Saya Tak Akan Mendua'” Demikian komitmen Ning Lia saat beberapa pihak meminta mendaftar dari partai lain.


Kami mencatat poin-poin penting yang disampaikannya saat sambutan dihadapan para pendukung yang ikut mengantar, perempuan yang akrab disapa Ning Lia ini mengingatkan kembali fenomena Mega Bintang di tahun 1997 silam. Aliansi antara PDI Pro Mega dengan Partai berlogo bintang  saat itu sangat dahsyat. Bahkan rezim orde baru dan hegemoni Golkar yang saat itu masih sangat kuat pun dibuat ketar-ketir.


“Di sini, saya mengenang kembali fenomena aliansi Mega Bintang. Meski saat itu saya masih SMP, namun masih terkenang jelas. Apalagi ayah saya sebagai salah satu tokoh Mega Bintang, hari ini ikut mendampingi saya,” terang Ning Lia yang kini sudah meraih gelar  doktor di UIN Sunan Ampel Surabaya.


Lia juga menjelaskan bahwa fenomena aliansi Mega Bintang di sejumlah kota termasuk di Surabaya adalah embrio perlawanan masif yang akhirnya berhasil menumbangkan rezim orde baru dan kepongahan Golkar setahun kemudian.


Di Surabaya kala itu, ayahnya KH. Masjkur Hasjim yang merupakan tokoh PPP, intens berkomunikasi  dengan Pak Soetjipto, Ayah dari Wisnu Sakti Buana dan kawan-kawannya yang merupakan tokoh PDI Pro Mega. Bersatunya kekuatan PDI Pro Mega dengan PPP itu mewakili dua unsur bangsa ini, yakni Nasionalis dan Religius. Dengan begitu perlawanan terhadap rezim orde baru dan Golkar menjadi sangat signifikan.
“Spirit Mega-Bintang pernah terjadi di era orde baru, saya berharap bisa kembali terjadi lewat Pilwali Surabaya 2020. Saya membuka peluang itu, dengan memilih mendaftar sebagai Cawawali. Saya serahkan Cawalinya kepada PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu,” ujar pengurus PW Fatayat NU Jatim ini.


Diakui Ning Lia, pihaknya juga sudah menyiapkan program Nawa Tirta sebagai visi dan misi untuk membangun KOta Surabaya kedepan. Namun jika nantinya mendapatkan rekom dari DPP PDI Perjuangan tentu dia harus bersinergi dengan program prioritas yang diusung cawali dari PDI Perjuangan.


Dari sisi massa pendukung, kata Lia pihaknya juga merasa sudah cocok berkoalisi dengan PDI perjungan. Sebab, relawan pendukungnya mayoritas adalah kaum marhaen yang merupakan massa akar rumput PDI Perjuangan.


“Saya memang berlatarbelakang Nahdliyyin. Tapi banyak relawan saya justru berasal dari kalangan nasionalis. Itu lah salah satu alasan kenapa saya mendaftar ke PDI perjungan,” pungkas Lia Istifhama.


Ditinjau dari unsur kesejarahan, dimana Golkar dan Orde Baru menjadi _common enemy_ (musuh bersama) rakyat pada saat itu, maka sangat tidak mungkin PDIP akan menggandeng kader Golkar dalam menentukan Pasangan Cawali-Cawawali Surabaya 2020 ini karena hal itu akan ‘menyalahi sejarah’ dan ‘menyakiti rasa keadilan warga surabaya’ yang sebagian besar adalah kaum marhaenis dan agamis dan telah merasakan kejamnya penindasan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru yang didukung oleh Golkar. 


Jadi, Pasanga Wisnu Sakti Buana, putera dari Bapak Soetjipto (Tokoh PDI Promega) dan Lia Istifhama, Puteri KH. Masykur Hasyim (Tokoh PPP) adalah Keharusan Sejarah dan Dambaan Warga Surabaya.
#liaistifhama#kamibersamaninglia#nawatirta#energianyarkanggosuroboyogebyar

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait