JAKARTA, beritalima.com | Pengamat sosial politik Rudi S Kamri menantang elite-elite PDI Perjuangan untuk melaksanakan instruksi ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, agar tidak mengajukan sanak keluarganya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, termasuk Pramono Anung yang disebut-sebut bakal mengajukan putranya, Hanindito Himawan Pramana alias Dito, sebagai calon bupati Kediri, Jawa Timur.
“Selain mematuhi instruksi partai, bila Mas Pramono Anung tidak jadi mengajukan putranya sebagai calon bupati, maka itu akan membuktikan bahwa beliau adalah seorang negarawan. Pilkada Kediri akan menjadi momentum buat Mas Pram untuk menjadi negarawan,” ujar Rudi S Kamri melalui siaran pers yang diterima redaksi, Minggu (1/3/2020).
Menjelang Pilkada 2020 yang akan digelar serentak di 270 daerah, yakni 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota di seluruh Indonesia, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pidato politik di Jakarta, Rabu (19/2/2020), menginstruksikan para kadernya untuk tidak mencalonkan sanak keluarga seperti anak, istri, keponakan dan menantu dalam Pilkada 2020.
Menurut Rudi, sebagai politisi, Pramono Anung, mantan Sekretaris Jenderal PDIP yang saat ini menjabat Menteri Sekretaris Kabinet, memiliki hak untuk mengajukan putranya yang baru berusia 27 tahun dan baru lulus kuliah itu sebagai cabup Kediri.
Tapi demi kepentingan yang lebih luas, yakni kaderisasi di tubuh PDIP sendiri, serta kebutuhan masyarakat Kediri akan pemimpin yang berpengalaman, berkualitas dan mumpuni, selayaknya Pramono mengurungkan pencalonan Dito. “Bila Mas Pram mengutamakan kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi, keluarga dan golongan, maka ia akan menjadi seorang negarawan yang patut diteladani oleh politisi lain,” jelas Rudi.
Apalagi, kata Rudi, saat ini proses politik dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2020 diwarnai isu tak sedap, yakni adanya fenomena membeli atau bahkan memborong dukungan partai pilitik agar kandidatnya menjadi calon tunggal yang akan berhadapan dengan kotak kosong, dan munculnya calon boneka yang hanya sebagai penggembira saja. “Kalau memaksakan diri mengajukan putranya, justru Mas Pram akan mempertaruhkan reputasi dan kredibilitasnya, apalagi jika nanti putranya itu kalah,” paparnya.
Preseden buruk calon kepala daerah kalah melawan kotak kosong, lanjut Rudi, sudah pernah terjadi dalam Pilkada Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2018. “Jangan sampai Mas Pram dipermalukan,” pinta Rudi.
Rudi berpendapat akan lebih baik bila Dito mengikuti kaderisasi dan aktif di PDIP selama empat tahun ke depan sambil mencari pengalaman di tempat lain juga agar pada saatnya nanti siap diajukan sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2024, setelah itu baru dipersilakan bila mau bertarung dalam Pilkada Kediri 2025. “Jangan sampai rakyat Kediri disodori cek kosong,” cetusnya.
Rudi yakin, bila Dito aktif di PDIP dan menimba pengalaman kepemimpinan atau leadership terlebih dulu, niscaya ia akan didukung PDIP dalam Pilkada Kabupaten Kediri periode berikutnya.
Tapi, tegas Rudi, bila Pramono ngotot mengajukan anaknya, rakyat Kediri sudah cerdas, dan pasti tidak akan mau membeli kucing dalam karung. “Keberanian rakyat Makassar pada Pilkada 2018 akan menginspirasi rakyat Kediri untuk lebih memilih kotak kosong daripada calon yang belum dikenal,” tandas Rudi. (rr)