Pilkada Serentak 2020: Fenomena Borong Dukungan Partai, Kotak Kosong dan Pembajakan Demokrasi

  • Whatsapp

Oleh:
Rudi S Kamri

Indonesia tahun ini punya hajat besar yaitu Pilkada serentak di 270 daerah yang terdiri 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota. Seharusnya hanya ada 269 tapi Pilkada Kota Makassar 2018 diulang lagi tahun ini. Pilkada serentak kali ini merupakan gelombang keempat yang dilakukan untuk kepala daerah hasil pemilihan Desember 2015.

Ada fenomena menarik yang terendus bakal marak terjadi yaitu praktik borong dukungan suara dari partai-partai politik. Tujuannya agar dukungan partai-partai politik hanya mengarah hanya pada satu calon yang diusung oleh pemborong atau Sang Bandar. Kalau ini terjadi maka ada skenario besar yang akan terjadi yaitu terjadinya calon tunggal dalam Pilkada. Artinya yang akan dilawan oleh calon yang diusung oleh Sang Bandar adalah kotak kosong. Tujuan Sang Bandar jelas untuk menjadi “king maker” dengan motif penguasaan ekonomi dan bisnis.

Dukungan Sang Bandar jelas tidak akan mungkin gratis. Mereka sudah mempunyai kalkulasi matang bagaimana bisa menguasai sejumlah proyek dari penguasa boneka ciptaannya bukan sekedar untuk balik modal tapi meraup keuntungan sebesar-besarnya. Sudah bisa ditebak, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) bakal marak terjadi di seantero negeri ini. Ada indikasi kuat kejadian ini akan terjadi di sejumlah kabupaten-kota terutama kota kecil yang jauh dari Ibukota Negara.

Bau-bau praktik borong dukungan suara ini konon sudah terendus bakal dilakukan di Medan, Solo, Makassar, Kediri, Blitar dan berbagai kabupaten-kota lainnya. Kalau itu benar terjadi akan merusak marwah demokrasi yang selama ini kita perjuangkan. Dan hal ini harus kita jadikan musuh bersama.

Kalau tidak kuasa kita bendung, kita harus lawan kelakuan licik mereka dengan memprovokasi rakyat di daerah itu agar gigih memenangkan kotak kosong seperti yang pernah terjadi di Pilkada Kota Makassar tahun 2018. Saatnya kita sebagai rakyat harus berani melawan para bandar yang akan membajak proses demokrasi kita.

Seharusnya Pimpinan Komisi Pemilhan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Menteri Dalam Negeri atau pihak terkait tidak boleh berdiam diri dan harus melakukan antisipasi dini agar fenomena borong dukungan partai-partai politik tidak terjadi. Karena ulah mereka disamping mencederai kemurnian demokrasi juga akan berpotensi mengadali dan memanipulasi otoritas suara rakyat.

Jangan biarkan demokrasi kita dibajak dan dikangkangi para pemodal yang akan menciptakan pemimpin daerah boneka yang akan membuat KKN semakin marak dan subur di negeri ini. Kita harus lawan !!

Salam SATU Indonesia
18022020

#LawanBandarPembajakDemokrasi

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait