JAKARTA, Beritalima.com | Pada 9 Desember 2020 Indonesia akan menggelar pilkada serentak di 9 propinsi, 224 kabupaten dan 37 kota se indonesia. Pilkada serentak di masa pandemi tentunya mempunyai sejumlah resiko terhadap makin melebarnya penularan Covid-19 tidak saja bagi penyelenggara pemilu namun juga masyarakat pemilih. Demikian pembahasan diskusi webinar bertopik Pilkada Serentak Di Masa Pandemi?, yang digelar Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kusuma Negara Jakarta pada Sabtu 10/10/2020.
Hadir dalam diskusi tersebut : Herinto Sidik Iriansyah (Ketua STKIP Kusuma Negara Jakarta) dan narasumber antara lain : Hery Susanto (Ketua Umum KORNAS MP-BPJS), Betty Epsilon Idroos (Ketua KPU DKI Jakarta), Siti Rahman (Anggota Bawaslu DKI Jakarta) dan Tantan Taufik Lubis (Direktur Eksekutif The Indonesian Sinergy).
Siti Rahman selaku anggota Bawaslu DKI menyampaikan 9 indikator kerawanan pilkada serentak yakni : penyelenggara pemilu terinfeksi Covid-19, penyelenggara pemilu meninggal karena Covid-19, penyelenggara pemilu tidak melaksanakan protokol Covid-19, lonjakan penularan Covid-19, lonjakan pasien Covid-19 meninggal dunia, pasien Covid-19 tidak tertangani oleh faskes, penyelenggara pemilu mengundurkan diri akibat tertular maupun khawatir tertular Covid-19, masyarakat melalui tokoh masyarakat/ormas menolak pilkada di tengah pademi dan perubahan status wilayah terkait pandemi.
Menurut Siti Rahman penyelenggara pemilu dinilai sudah taat dengan protokol Covid-19 justeru peserta pilkada serentak dan warga yang perlu banyak dihimbau untuk mengikuti protokol Covid-19. Meski demikian ia mengkhawatirkan semua pihak berpeluang sama terkait resiko tertular Covid-19 dalam pilkada serentak.
“Di daerah yang menggelar pilkada resiko terdampak Covid-19 jauh lebih besar dibandingkan dengan daerah yang tidak menggelar pilkada serentak. Selain itu banyak sekali daerah hingga 84% tidak melakukan kampanye daring melainkan kampanye langsung dan hanya 14% saja daerah yang melakukan kampanye daring,” katanya.
Betty Epsilon Idroos Ketua KPU DKI Jakarta mengatakan bahwa teknis pemilu di masa pandemi tidak terhindarkan massa berkumpul, disiplin peserta penyelenggara pemilu, pemilih dan kerjasama stakeholder serta pentingnya konsentrasi teknis dan protokol kesehatan.
Ia mengatakan semua paslon dan pendukungnya harus menjalankan larangan kampanye di masa pandemi yakni : rapat umum, kegiatan kebudayaan, panen raya,konser musik, olahraga massal, perlombaan, kegiatan sosial, dan peringatan HUT parpol.
Selain itu menurutnya harus tetap dijalankan pengaturan ketika pengambilan nomor urut tidak boleh ada arak-arakan massa yang hadir hanya paslon, 2 orang pengawas, 1 LO dan anggota KPU; kampanye menggunakan daring/sosmed, pertemuan fisik maksimal 50 orang dengan 3 M (menjaga jarak, pakai masker, dan mencuci tangan); debat dalam studio lembaga penyiaran, hanya dihadiri oleh Paslon, 2 orang perwakilan Bawaslu, 4 orang tim kampanye, dan anggota KPU dengan protokol kesehatan.
“Residu pilkada serentak di masa pandemi ini dengan kesulitan ekonomi di level warga yang harus diwaspadai adalah maraknya politik uang, hoax dan konflik horizontal,” katanya.
Hery Susanto Ketua Umum KORNAS MP-BPJS mengatakan bahwa pengalaman pemilu 2019 tercatat penyelenggara alami sakit dari KPU tembus 5175 orang, meninggal dunia 894 orang, dari pihak Bawaslu 2466 orang alami sakit dan 92 orang meninggal dunia.
Ia memprediksi dalam situasi non pandemi saat pemilu 2019 lalu saja sudah banyak memakan korban berjatuhan bahkan meninggal dunia. Pilkada serentak di masa pandemi tentu beresiko tinggi menelan korban yang lebih banyak lagi jika tidak menerapkan protokol kesehatan.
Hery Susanto menyampaikan pentingnya perlindungan dan jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan dalam kontestasi pilkada serentak di Indonesia. Resiko jatuhnya korban sakit, alami cacat tetap akibat kecelakaan kerja bahkan meninggal dunia khususnya dari pihak penyelenggara pemilu harus diback up dengan memastikan terdaftarnya mereka menjadi peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Ini penting agar penyelenggara pemilu bisa terlindungi dan terjamin dari resiko kerja. Bagaimanapun mereka mempunyai resiko kerja akibat kelelahan hingga bisa sakit dan tertular Covid-19, resiko alami kecelakaan kerja bahkan alami kematian,” katanya.
Hery Susanto mengatakan negara sudah mempunyai program jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja serta jaminan kematian melalui BPJS Ketenagakerjaan. Ia berharap penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu harus memastikan anggotanya mendapatkan jaminan sosial tersebut.
“Jangan sampai pengalaman ratusan penyelenggara pemilu meninggal dunia hingga ribuan lainnya alami sakit akibat gelaran pemilu 2019 dengan tidak terlindungi program BPJS akan kembali terjadi di pilkada serentak ini,” kata Hery Susanto.
Tantan Taufik Lubis Direktur Eksekutif The Indonesian Sinergy mengatakan agar pemerintah bersama DPR RI harus memastikan pelaksanaan pilkada serentak benar-benar menerapkan protokol kesehatan dan menjamin terlindunginya masyarakat dari penularan Covid-19.
“Pemerintah jangan hanya berasumsi pilkada demi penyerapan anggaran dan perputaran ekonomi saja, sebab jaminan kesehatan dan tidak menyebarnya pandemi Covid-19 itu harus menjadi prioritas utama,” pungkasnya.